islam dan manusia (proses penciptaan manusia menurut teori umum dan Islam, manusia dalam pandangan Islam, ajaran agama yg sesuai, hubungan agama dan manusia)


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Proses penciptaan Manusia
1.      Penciptaan Manusia Menurut Teori Evolusi Charles Darwin
Charles Darwin adalah sarjana terkenal yang membawa teori evolusi sehingga teori itu dinamakan Darwinisme.[1]
Pada tahun 1871, Darwin menerbitkan buku kedua yang berjudul The Descent Of Man (Asal-Usul Manusia), yang mana  dalam buku tersebut ia menerapkan teorinya pada manusia. Ia mengatakan bahwa binatang yang paling maju yaitu kera mengalami proses sturggle of life sedikit demi sedikit berubah, dan dalam jenisnya yang paling maju mengarah ke wujud manusia.[2] Perkembangan ini didasarkan atas temuan-temuan dari  Homo Sapiens, Pitecantropus Erectus, Megantropus Erectus sampai Megantrophus Paleojavanicus di berbagai penjuru dunia. Ia mengungkapkan dalam the origin of species bahwa kesinambungan antara manusia dan hewan adalah jelas, diantaranya tentang  pewarisan sifat, variansi, dan homologi struktural. Darwin juga menggunakan perilaku manusia untuk melukiskan aspek perilaku hewan secara umum.[3]

2.       Penciptaan Manusia Menurut Islam
Al-qur’an memberikan sumbangan yang sangat besar kepada ilmu pengetahuan, diantaranya tentang proses penciptaan manusia. Diawali dengan : Q.S. Al-Insan{74} : 1
هَلْ أَتَىٰ عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا
yang artinya, “Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, Sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?.”  
Selanjutnya Q.S. Nuh {71}: 14 :
وَقَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا
yang artinya, “Padahal sesungguhnya Dia telah menciptakan kamu dalam bebrapa tingkatan kejadian.” Dan pada masa itu, roh berjanji kepada Allah sebagaimana dalam Q.S. Al-‘Araf {7}: 172 :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِين

Yang artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"

Dari ayat-ayat diatas, penciptaan manusia mengalami fase-fase perkembangan: fase tanah, fase nuthfah, fase ‘alaqah, fase mudghoh, fase tulang (‘idzhama) dan daging (lahma).
1.      Fase Tanah
Allah SWT berfirman :
وَاللَّهُ أَنْبَتَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا
 Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya.” (QS. Nuh: 17);

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ

Dana sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah (thin)” (QS. Al-Mu’minun {23}:12)
Dalam ayat lainnya:
إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ
Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (shalshal) (yang berasal) dari lumpur hitam (hamain) yang diberi bentuk.” (QS. Al-Hijr: 28).
Dengan demikian, manusia diciptakan dari tanah dengan bermacam-macam istilah dalam Al-Qur’an, yakni thin (tanah), turab (tanah), lazib ( tanah liat ), shalshal (tanah liat kering, hamain (lumpur hitam).

2.    Fase Nuthfah (Sperma)
Al-Qur’an juga mengemukakan bahwa adanya komposisi dalam benda cair yang mengandung kehidupan bagi manusia.
Firman Allah SWT :
انَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani (nuthfah) yang bercampur...” (QS. Al-Insan: 2).

أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَىٰ

Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim)” (QS. Al- Qiyamah: 37)
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِين
ٍ
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (nuthfah) yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim).” (QS. Al-Mu’minun:13).

3.      Fase ‘Alaqah (Segumpal Darah)

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً
Kemudian air man itu Kami jadikan segumpal darah..” (QS. Al-Mu’minun: 14)

ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّىٰ
“Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya..” (QS. Al-Qiyamah: 38).

Prof. Quraisy Shihab menjelaskan dalam Tafsir Al Misbah tentang kata ‘alaqah, dalam kamus bahasa diartikan: segumpal darah yang membeku, sesuatu yang seperti cacing, berwarna hitam, terdapat dalam air, yang bila air itu diminum cacing tersebut menyangkut di krongkongan dan sesuatu yang bergantung atau berdempet.[4] Setelah terjadi pembuahan (bertemunya nuthfah dengan ovum), maka terjadi zat baru yang disebut ‘alaqah  yang bergantung di dinding rahim.

4.      Fase Mudghah (Segumpal Daging)
Kata Mudghah terambil dari kata (مضغ) mudhgha yang berarti mengunyah.[5] Mudghah adalah sesuatu yang kadarnya kecil sehingga dapat dikunyah. Allah SWT berfirman:

فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً
“ Lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging (mudghah) (QS. Al-Mu’minun: 14);
فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ
 “ Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna kejadiannya.” (QS. Al-Hajj: 5).

5.        Fase Tulang dan Daging
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
خَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا
Segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang  itu Kami bungkus dengan daging. (QS. Al- Mu’minun: 14). Kata (كسونا) kasauna yang berarti “membungkus” daging diibaratkan pakaian yang membungkus tulang.
Al-Qur’an dengan indahnya menciptakan wisata surah tentang periode pertumbuhan kehidupan manusia, yang di awali dari bumi dna berakhir di bumi (fisik), kemudian makhluk yang bersal dari unsur tanah tersebut ditiupkan roh. Kesempurnaan kehidupan manusia akan tercapai pada periode yang baru, yaitu di kehidupan akhirat.

B.     Manusia dalam Pandang Islam
Manusia dalam pandangan Islam, selalu dikaitkan dengan suatu kisah tersendiri, di dalamnya, manusia tidak semata-mata digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku pipih, berjalan dengan dua kaki, dan pandai berbicara. Lebih dari itu, menurut al-Qur’an manusia lebih luhur dan ghoib dari pada apa yang dapat didefinisikan oleh kata-kata tersebut.
Dalam al-Qur’an, manusia berulang-ulang diangkat derajatnya, berulang-ulang pula direndahkan. Mereka dinobatkan jauh mengungguli alam surga, bumi, dan bahkan para malaikat tetapi pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang jahannam sekalipun. Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukan alam, namun bisa juga mereka merosot menjadi “yang paling rendah dari segala yang rendah.” Oleh karena itu, makhluk manusia sendirilah yang harus menetapkan sikap dan menentukan nasib akhir mereka sendiri.
Adapun segi-segi positif manusia diantaranya:
1.         Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi
2.        Dibandingkan dengan semua makhluk yang lain manusia mempunyai kapasitas inteligensia yang paling tinggi
3.        Penciptaan manusia benar-benar telah diperhitungkan secara teliti, bukan suatu kebetulan. Karena itu, manusia merupakan makhluk pilihan.
4.        Manusia memiliki kesadaran moral. Mereka dapat membedakan yang baik dari yang jahat melalui inspirasi fitri yang ada pada mereka.
5.        Tuhan menciptakan manusia agar mereka menyembahNya dan tunduk, patuh kepadaNya, menjadi tanggung jawab mereka.
Dan adapun segi negatif manusia, telah dijelaskan dalam al-Qur;an, diantaranya:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولً
Artinya : Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (Q.S Al-Ahzab :72)
وَهُوَ الَّذِي أَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ۗ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَكَفُور
Artinya : Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi), sesungguhnya manusia itu, benar-benar sangat mengingkari nikmat. (Q.S al-Hajj : 66).[6]

C.     Ajaran Agama yang sesuai dengan kebutuhan manusia
Menurut sejarah, agama tumbuh bersamaan dengan berkembangnya kebutuhan manusia. Salah satu dari kebutuhan manusia itu adalah kepentingan manusia dalam memenuhi hajat rohani yang bersifat spiritual, yakni sesuatu yang dianggap mampu memberikan motivasi semangat dan dorongan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, unsur rohani yang dapat memberikan kekuatan dicari dan dikejar sampai akhirnya mereka menemukan sesuatu zat yang dianggap suci, memiliki kekuatan, maha tinggi dan maha kuasa. Sesuai dengan taraf perkembanagn cara pikir mereka, manusia mulai menemukan apa yang dianggapnya sebagai Tuhan. Dapatlah dimengerti bahwa hakikat agama merupakan fitrah naluriah manusia yang tumbuh dan berkembang dari dalam dirinya dan pada akhirnya mendapat pemupukan dari lingkungan alam sekitarnya.
Agama merupakan kebutuhan primer bagi manusia atau sapat dikatakan sangat penting. Manusia sebagai makhluk social mutlak memerlukan agama. Kehidupan social yang tidak diatur akan melahirkan kekacauan, dan menyeret manusia kepada kehidupan ala binatang yang tidak mengenal nilai-nilai moral kesopanan, dan budi pekerti yang luhur. [7]
Setiap agama mengajarkan kebaikan kepada pengikutnya, karena kecenderungan manusia untuk menyenangi yang benar, yang baik dan indah. [8]
Dan juga mengapa agama dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yaitu untuk memberikan pandangan hidup yang baik, yang mengandung nilai-nilai moral dan budi pekerti yang luhur yang membedakan antara manusia dan binatang.

D.    Hubungan Agama dan Manusia dalam Kehidupan   
Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yangg tak terpisahkan dariii kehidupan dan sistem budaya umat manusia. Sejak awal manusia berbudaya, agama dan kehidupan beragama tersebut telah menggejala dalaam kehidupan, bahkan memberikan corak dan bentuk dariii semua perilaku budayanya. Agama dan perilaku keagamaan tumbuh dan berkembang dariii adanya rasa ketergantungan manusia terhadap kekuatan goib yangg mereka rasakan sebagai sumber kehidupan mereka. Mereka harus berkomunikasi untukk memohon bantuan dan pertolongan kepada kekuatan gaib tersebut, agar mendapattkan kehidupan yangg aman, selamat dan sejahtera. Tetapi “apa” dan “siapa” kekuatan gaib yangg mereka rasakan sebagai sumber kehidupan tersebut, dan bagaimana cara berkomunikasi dan memohon peeerlindungan dan bantuan tersebut, mereka tidak tahu. Mereka hanya merasakan adanya da kebutuhan akan bantuan dan perlindunganya. Itulah awal rasa agama, yangg merupakan desakan dariii dalaam diri mereka, yangg mendorong timbulnya perilaku keagamaan. Dengan demikian rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan pembawaan dariii kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.[9]






BAB III
A.    Simpulan
Banyak sekali pendapat mengenai proses penciptaan manusia, diantaranya adalah pendapat Charles Darwin yang menyatakan bahwa manusia itu tercipta dari nenek moyangnya yaitu kera. Dan mengenai pendapat dalam Islam, manusia itu tercipta dari beberapa fase, yaitu: fase tanah, nuthfah, ‘alaqah, mudghah, serta tulang dan daging. Sedang manusia menurut agama Islam, ia tidak hanya dipandang sebagai makhluk yang berjalan diatas bumi, pandai berbicara, dll. Tetapi ia juga dipandang sebagai makhluk yang dapat  menentukan nasibnya sendiri, entah baik atau buruk.

B.     Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan dari makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.
















DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Nina. 2014. Studi Agama Islam. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.

Dahler, Franz. 2011. Teori Evolusi : Asal dan Tujuan Manusia. Yogyakarta: Kanisius.

Howard, Jonathan. 1991. Darwin Pendetus Teori Evolusi. Terj. A. Hadyana. Jakarta: PT. Temprint.
Muhaiman dkk. 1994.  Dimensi-Dimensi Studi Islam. Surabaya: Karya Abditama.
Muthahhari, Murtadha. 2007.  Membumikan Kitab Suci Manusia dan Agama. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Shihab, M. Quraish. 1994. Tafsir Al- Amanah. Jakarta: Pustaka Kartini.
Shihab, M. Quraisy. 2005. Tafsir Al Misbah. Jakarta: Lentera Hati.



[1] Franz Dahler, Teori Evolusi : Asal dan Tujuan Manusia, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hal. 76
[2] Ibid. Hal. 77
[3] Jonathan Howard, Darwin Pendetus Teori Evolusi, Terj. A. Hadyana, (Jakarta: PT. Temprint, 1991) hal. 93
[4] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al Misbah, vol.9 (Jakarta: Lentera Hati, 2005), cet. 4, hal. 167
[5] Ibid. hal. 167                                                                                                                                     
[6] Murtadha Muthahhari, Membumikan Kitab Suci Manusia dan Agama, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007), hal. 129-135
[7] Nina Aminah, Studi Agama Islam, (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2014), hal.12
[8] M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Amanah, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1994), hal. 374
[9] Muhaiman dkk, Dimensi-Dimensi Studi Islam, (Surabaya: Karya Abditama, 1994), hal. 29


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dzahir dan Ta'wil dalam studi ilmu ushul fiqih.

Tafsir Maudhu'i dalam perkembangan ilmu tafsir

Makalah metode tafsir Ijmali dalam studi Ilmu Tafsir