Tafsir Maudhu'i dalam perkembangan ilmu tafsir




KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberi kita nikmat iman, islam dan ihsan yang tidak dapat kita hitung berapa nikmat yang telah Allah berikan kepada kita semua, untuk dapat kita syukuri seluruh nikmat-Nya.
            Shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw, yang telah menuntun kita dari zaman jahiliyah hingga zaman islamiyah seperti sekarang ini. Semoga kita mendapatkan syafaatnya dihari pembalasan kelak.
            Makalah ini kami buat dengan segala kemampuan saya, serta bantuan yang kami dapatkan dari berbagai pihak, hingga memperlancar pembuatan makalah ini. Sebagai penulis, kami banyak mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak khususnya pada dosen pengampu mata kuliah metode tafsir yang telah memberikan bimbingan serta pembelajaran.
              Dari semua itu, kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan senang hati, kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memeperbaiki makalah ini hingga menjadi lebih baik lagi.
            Akhirul kalam, kami berharap semoga makalah kami ini yang berjudul “Tafsir Maudhu’i” dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi kami pribadi.
                                                                     


  Jakarta, 22 November 2017                   







Penyusun,
       






Daftar Isi

Contents

 









BAB 1

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril, untuk disampaikan kepada umat Islam, mulai dari surah al-Fatihah sampai surah an-Nas. Serta sebagai pedoman kehidupan bagi umat Islam yang bersifat historis dan normatif.
Ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat historis dan normatif  tidak lah semua dapat dipahami secara tekstual saja, karena banyak dari ayat-ayat al-Quran yang masih mempunyai makna yang abstrak dan perlu untuk ditafsirkan lebih dalam, supaya dapat diambil sebuah hukum ataupun hikamah yang dapat dipahami dan diamalkan oleh seluruh Manusia secara umum dan umat Islam secara khusus.
Al-Qur’an pada dasarnya juga sebagai aturan yang menjadi penentu dasar sikap hidup manusia, dan membutuhkan penjelasan-penjelasan yang lebih mendetail. Karena pada zaman sekarang banyak permasalahan-permasalahan yang komplek, dan tentunya tidak sama dengan permasalahan-permasalahan yang ada pada zaman nabi Muhammad SAW.
Dalam masalah ini, tafsir al-Qur’an yang dianggap mampu menjadi solusi dari kondisi di atas mengalami perkembangan yang luar biasa. Ahli tafsir dengan berbekal keilmuannya mengembangkan metode tafsir al-Qur’an secara berkesinambungan untuk melengkapi kekurangan atau mengantisipasi penyelewengan ataupun menganalisa lebih mendalam tafsir yang sudah ada (tentunya tanpa mengesampingkan asbab al-nuzul, nasikh wa mansukh, qira’at, muhkamat mutashabihat, ‘am wa khash, makkiyat madaniyat, dan lain-lain).
Tipologi tafsir berkembang terus dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan dan kontek zaman, dimulai dari tafsir bi al-ma’tsur atau tafsir riwayat berkembang ke arah tafsir bi al-ra’yi. Tafsir bi al-ma’tsur menggunakan nash dalam menafsirkan Al-Qur’an, sementara tafsir bi al-ra’yi lebih mengandalkan ijtihad dengan akal. Sedangkan berdasarkan metode terbagi menjadi: tafsir tahlili, tafsir maudhu’i, tafsir ijmali dan tafsir muqaran.
Tafsir maudhu’i atau tematik adalah tafsir yang berperan sangat penting khususnya pada zaman sekarang, karena tafsir maudhu’i dirasa sangat sesuai dengan kebutuhan manusia dan mampu menjawab permasalahan yang ada. Tafsir maudhu’i atau tematik mengkaji atau membahas suatu objek atu permasalahan yang ditentukan berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an. Dengan adanya pemaparan di atas, penulis menganggap tafsir tematik adalah topik  yang menarik untuk dibahas, maka dari itu penulis menjadikan tafsir maudhu’i sebagai topik pembahasan dalam makalah ini.

B.      Rumusan Masalah.

1.       Apa itu metode tafsir maudu’i?
2.       Kapan munculnya tafsir maudhi’i?
3.       Bagaimana langkah-langkah untuk mengkaji tafsir maudhu’i?
4.       Apa kelebihan dan kekurangan dari tafsir maudhu’i?
5.       Apa sajakah contoh kitab-kitab tafsir maudhu’i?

























BAB II

PEMBAHASAN


A.     Pengertian Tafsir Maudlu’i

Menurut Abd. Hayy al-Farmawi tafsir maudlu’I yaitu,
جمع الايات القرآنية ذات الهداف الواحد التى اشتركت فى موضوع ما وترتيبها حسب النزول ما أمكن ذلك مع الوقوف على أسباب نزولها ثم تناولها بالشرح والبيان والتعليق والاستنباط             
Dari definisi yang disampaikan oleh al-Farmawi diatas, dapat diambil pengertian bahwa tafsir maudlu’I yaitu,  mengumpulkan ayat-ayat yang berkenaan dengan satu maudu’ (tema) tertentu dengan memperhatikan masa dan sebab turunnya. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara cermat dengan memerhatikan nisbat (korelasi) satu dengan yang lainnya dalam peranannya untuk menunjuk pada permasalahan yang dibicarakan.[1]
Menurut Quraish Shihab, metode ini adalah suatu metode yang megarahkan pandangan kepada satu tema tertentu, lalu mencari pandangan al-Quran tentang tema tersebut dengan jalan menghimpun semua ayat yang membicarakannya, menganalisis dan memahaminya ayat demi ayat, lalu menghimpunnya dalam benak ayat yang bersifat umum dikaitkan yang khusus, yang mutlak digandengkan dengan muqayyad, dan lain-lain, sambil memperkaya urian-uraian dengan hadis-hadis yang berkaitan untuk kemudian disimpulkan dalam satu tulisan pandangan menyeluruh dan tuntas menyangkut tema yang dibahas itu.[2]
Ali Hasan al-‘Aridh juga menyebutkan bahwa metode maudhu’i ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang satu masalah serta mengarah kepada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam al-Quran dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya. Kemudian menentukan urutan ayat-ayat itu sesuai dengan masa turunnya, mengemukakan sebab turunnya, menguraikannya dengan sempurna, menjelaskan makna dan tujuannya, mengkaji terhadap seluruh segi dan apa yang diistinbathkan darinya, segi i’rabnya, unsur-unsur balaghahnya, segi-segi i’jaznya, dan lain-lain, sehingga satu tema itu dapat dipecahkan secara tuntas berdasarkan seluruh ayat al-Quran itu.[3]
Tafsir maudhu’i bertujuan menyelesaikan permasalahan yang diangkat secara tuntas sehingga diproleh suatu kesimpulan yang dapat dijadikan pegangan; baik bagi mufassir sendiri, maupun bagi pembaca dan pendengar bahkan oleh umat secara keseluruhan. Karena tujuannya untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang dialami oleh umat itu, maka diabad modern ini para ulama lebih gandrung menggunakan metode tematik dari pada metode-metode yang lain.[4]
Ciri metode ini ialah menonjolkan tema. Judul atau topik pembahasan, sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topikal. Jadi, mufassir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah masyarakat atau berasal dari al-Qur’an itu sendiri, atau dari lain-lain. Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu dikaji secara tuntas dan menyeluruh dari berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas atau petunjuk yang termuat di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut. Jadi penafsiranyang diberikan tidak boleh jauh dari pemahaman ayat-ayat al-Qur’an agar tidak terkesan penafsiran tersebut berangkat dari pemikiran atau terkaan berkala (al-ra’y al-mahdh). Oleh karena itu dalam pemakainnya, metode ini tetap menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku secara umum di dalam ilmu tafsir.

B.      Sejarah Dan Perkembangannya

Tafsir maudhu’i sebenarnya telah ada sejak zaman dulu, bisa juga disebut sejak zaman Rasulullah, hal ini bisa kita lihat dari sejarah tentang penafsiran Rasulullah terhadap kata ظالم yang dihubungkan dengan kata syirik karena adanya kesamaan makna. Ali Khalil dalam komentarnya tentang riwayat ini menegaskan bahwa dengan penafsiran ini Rasulullah telah memberikan pelajaran kepada para sahabat bahwa tindakan menghimpun sejumlah ayat dapat memperjelas pokok masalah dan akan melenyapkan keraguan menurut beliau, hal tersebut menunjukkan bahwa tafsir maudhu’i telah dikenal sejak zaman Rasulullah, akan tetapi belum memiliki karakter metodologis yang mampu berdiri sendiri.
Tafsir maudhu’i dalam bentuk pertama ini sebenarnya sudah lama dirintis oleh ulama-ulama tafsir periode klasik, seperti Fakhr al-Din al-Razi. Namun, pada masa belakangan bebrapa ulama tafsir lebih menekuninya secara serius. Contoh kitab tafisr bentuk ini adalah Al-Tafsir Al-Wadhih (Tafsir yang Terang) karya Muhammad Mahmud al-Hijazi dan Nahw Tafsir Mawdhu’i li Suwar Al-qur’an Al-Karim (sekitar tafsir tematis bagi surah surah alqur’an al-karim) karya Muhammad al-Ghazali.[5]
Dalam catatan Abdul Hayy al-Farmawi, selaku pencetus dari metode tafsir ini adalah Muhammad Abduh, kemudian ide pokoknya diberikan oleh Mahmud Syaltut, yang kemudian dikenalkan secara konkret oleh Sayyid Ahmad Kamal al-Kumy, yang ditulis dalam karangannya yang berjudul al-Tafsir al Maudhu’i. Pada tahun 1977, Abdul Hayy al-Farmawi yang posisinya sedang menjabat sebagai guru besar pada fakultas Ushuluddin al Azhar.[6]
Selain al-Farmawi, dalam referensi lain disebutkan bahwa pelopor dari metode tafsir maudhu’i adalah Muhammad Baqir al-Shadr. Dia merupakan tokoh intelektual Syi‟ah dalam kehidupan Islam Kontemporer yang juga memberikan tawaran metodologis dalam dunia penafsiran al-Qur‟an.
Kemudian di Indonesia sendiri metode maudhu’i dikembangkan oleh M. Quraish Shihab. Buah dari tafsir model ini menurut M. Quraish Shihab di antaranya adalah karya-karya Abbas Mahmud al-Aqqad, al-Insan fī al-Qur’an, al-Mar’ah fī al-Qur’an, dan karya Abul A‟la Al-Maududi, al-Riba fī al-Qur’an.[7]

C.      Langkah Metode Maudhu’i

Sistematika penyajian tafsir secara tematik atau maudhu’i adalah sebuah bentuk rangkaian penulisan karya tafsir yang struktur pemaparannya mengacu pada tema tertentu atau pada ayat, surat atau juz tertentu yang ditentukan oleh penafsir sendiri.
Pada tahun 1977, Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawiy, menerbitkan buku Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Maudhu’i dengan mengemukakan secara terperinci langkah-lanhkah yang hendaknya ditempuh untuk menerapkan metode maudhu’i. Langkah-langkah tersebut adalah:[8]
1.       Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik);
2.       Menghimpun ayat ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut;
3.       Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya disertai dengan pengetahuan serta asbabun nuzulnya;
4.       Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing;
5.       Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline);
6.       Melegkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan pokok bahasan;
7.       Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama atau mengkompromikan antara yang ‘amm (umum) dan yang khash (khusus), mutlaq, dan muqayyad (terikat) atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga semuanya bertemu dalam satu muara, tanpa ada perbedaan atau pemaksaan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang penafsir yang menggunakan metode ini ialah;
1. Untuk sampai pada kesimpulan yang lebih mendekati kebenaran, hendaklah menyadari bahwa tidak bermaksud menafsirkan Al-Qur’an dalam pengertian biasa; tugas utamanya ialah mencari dan menemukan hubungan antara ayat-ayat untuk mendapatkan kesimpulan sesuai dengan dilalah ayat tersebut.
2. Penafsir harus menyadari bahwa ia hanya memiliki satu tujuan, dimana ia tidak boleh menyimpang dari tujuan tersebut. Semua aspek dari permasalah  itu haris dibahas dan semua rahasianya harus digali. Jika tidak demikian, ia tidak akan merasakan kedalaman (balaghah) Al-Qur’an, yaitu keindahan dan hubungan yang harmonis diantara susunan ayat-ayat dan bagian-bagian dari Al-Qur’an.
3. Memahami bahwa Al-Qur’an dalam menetapkan hukumnya secara berangsur-angsur. Dengan memperhatikan sebab diturunkannya ayat disamping persyaratan lain, maka seorang penafsir akan terhindar dari kekeliruan, dibandingkan jika ia hanya melihat lafazhnya saja.
4. Penafsir hendaknya mengikuti aturan-aturan (qa’idah) dan langkah-langkah yang sesuai dengan petunjuk metode ini, agar perumusan permasalahan nantinya tidak kabur.[9]

D.     Kelebihan Dan Kekurangan Metode Maudu’i

Kelebihan Metode Tafsir Maudu’i:
1.       Dengan metode tafsir maudu’i,  hidayah alquran dapat digali secara lebih mudah dan secara langsung memberikan jawaban terhadap sementara dugaan bahwa alquran hanya berisi teori-teori spekulatif tanpa menyentuh kehidupan nyata, baik kehidupan pribadi maupun kehidupan masyrakat.[10]
2.       Kapabilitas metode tafsir maudu’i dalam menjawab tantangan zaman karena ia memang ditujukan untuk memecahkan persoalan, dinamis dan penataannya yang sistematis membuat pembaca dapat menghemat waktu, pemilihan tema-tema up to date  membuat alquran tidak ketinggalan zaman, serta membuat pemahaman menjadi utuh.[11]
3.       Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadist Nabi, satu cara terbaik dalam menafsirkan alquran.
4.       Kesimpulan yang dihasilkan mudah dipahami.
5.       Metode tafsir maudu’i juga memungkinkanseseorang untuk menolak anggapan adanya ayat-ayat yang bertentangan dalam alquran, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat-ayat alquran sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.[12]

Kekurangan Metode Tafsir Maudu’i:
1.       Penyajian alquran secara sepotong-sepotong,[13]
 menurut Nashiruddin Baidan dalam bukunya metodologi penafsiran alquran disebut dengan memenggal ayat alquran. Memenggal yang dimaksud adalah mengambil satu kasus yang terdapat di dalam satu ayat atau lebih yang mengandung banyak permasalahan berbeda. Misalnya: petunjuk tentang shalat dan zakat. Biasanya bentuk kedua ibadah ini diungkapkan bersamaan dalam satu ayat. Apabila membahas tentang zakat, maka mau tak mau ayat tentang shalat harus ditinggalkan ketika menukilkannya dari mushaf agar tidak mengganggu pada waktu melakukan analisis.

2.       Membatasi pemahaman ayat.
Dengan ditetapkannya judul penafsiran, maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas tersebut. Akibatnya sang mufassir terikat oleh judul itu, padahal tidak mustahil satu ayat itu dapat ditinjau dari berbagai aspek, karena seperti dinyatakan Darr ayat al-Qur‟an itu bagaikan permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya. Jadi, dengan ditetapkannya judul pembahasan, berarti yang akan dikaji hanya satu sudut dari permata tersebut. Dengan demikian dapat menimbulkan kesan kurang luas pemahamannya. Kondisi yang digambarkan itu memang merupakan kosekuensi logis dari metode tematik[14]

E.      Kitab-Kitab Tafsir Maudui

Di antara kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode maudu’i adalah:
1.        Al-Futuhat ar-Rabbaniyah Fi at-Tafsir al-Maudu’i Li al-Ayat al-Quraniyah. Karya Syeikh al-husaini Abu Farhah[15].
2.       Al-Mar’ah Fi al-Quran dan  al-Insan Fi al-Quran. Karya ‘Abbas Mahmud al-‘Aqqad.
3.       Ar-Riba Fi al-Quran. Karya Abu A’la al-Maududi (w. 1979 M)
4.       Al-Wasyaya  al-‘Asyar karya Mahmud Syaltut.[16]





BAB III

PENUTUP

Kesimpulan


Bahwa tafsir dengan metode maudu’i adalah mengumpulkan ayat-ayat yang berkenaan dengan satu maudu’ (tema) tertentu dengan memperhatikan masa dan sebab turunnya. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara cermat dengan memerhatikan nisbat (korelasi) satu dengan yang lainnya dalam peranannya untuk menunjuk pada permasalahan yang dibicarakan. Sehingga dengan tafsir ini hidayah alquran dapat digali secara lebih mudah dan hasilnya ialah permasalahan hidup praktis dapat dipecahkan dengan baik.
Tafsir maudhu’i sebenarnya telah ada sejak zaman dulu, bisa juga disebut sejak zaman Rasulullah. Dalam catatan Abdul Hayy al-Farmawi, selaku pencetus dari metode tafsir ini adalah Muhammad Abduh, kemudian ide pokoknya diberikan oleh Mahmud Syaltut, yang kemudian dikenalkan secara konkret oleh Sayyid Ahmad Kamal al-Kumy, yang ditulis dalam karangannya yang berjudul al-Tafsir al Maudhu’i. Pada tahun 1977, Abdul Hayy al-Farmawi yang posisinya sedang menjabat sebagai guru besar pada fakultas Ushuluddin al Azhar
Kelebihan metode tafsir maudhu’i yaitu menjawab tantangan zaman, Praktis dan sistematis, Dinamis, dan membuat pemahaman menjadi utuh. Sementara, Kekurangan dari metode tafsir maudhu’i yaitu memenggal ayat al-Qur’an dan Membatasi pemahaman ayat.



DAFTAR PUSTAKA


Syafi’i, Rachmat, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2012).

Shihab, Quraish, Kaidah Tafsir (Ciputat: Lentera Hati, 2013), Cet. II.

al-Aridh, Ali Hasan Sejarah dan Metodologi Tafsir  terj. Ahmad Arkom dari judul asli “Tarikh ‘Ilm al - Tafsir wa Manahij al- Tafsir”  (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), Cet. II.

Baidan, Nashuruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).

Shihab, Quraish, dkk, Sejarah dan Ulumu Al-quran, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013), cet V.

Saleh, Ahmad Syukri MA, Metodologi Tafsir al-Quran Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman, (Jambi: Sulthan Thaha press, 2007).

Shihab, Quraish Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, cet. XII 1996).



[1] Rachmat Syafi’i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm 293
[2] Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Ciputat: Lentera Hati, 2013), Cet. II, h. 385
[3] Ali Hasan al-Aridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir  terj. Ahmad Arkom dari judul asli “Tarikh ‘Ilm al - Tafsir wa Manahij al- Tafsir”  (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), Cet. II, h. 78
[4] Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 383
[5] Quraish, shihab,dkk, Sejarah dan Ulumu Al-quran, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013), cet V, hlm 193-195
[6] Mohammad Nor Ichwan, Tafsir Ilmiy, Memahami Al Qur’an melalui Pendekatan Sains Modern, (Jogjakarta: Menara Kudus Jogja, 2004), h.122.
[7] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Edisi ke-2 Cet. I (Bandung: Mizan, 2013), h. 175-176.
[8] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Edisi ke-2 Cet. I (Bandung: Mizan, 2013), h. 177.
[9] Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 296
[10] Prof. Dr. H. Rachmat Syafi’i, MA, Pengantar Ilmu Tafsir,(Bandung: Pustaka setia, cet. II 2012) h, 301.
[11] Dr. H. Ahmad syukri Saleh, MA, Metodologi Tafsir al-Quran Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman, (Jambi: Sulthan Thaha press, 2007) h, 55.
[12] Prof. Dr. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, cet. XII 1996) h, 79.
[13] Dr. H. Ahmad syukri Saleh, MA, Metodologi Tafsir al-Quran Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman, (Jambi: Sulthan Thaha press, 2007) h, 55.

[14] Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, h. 168-169.
[15] Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Ciputat: Lentera Hati, 2013), Cet. II, h. 388
[16] Dr. H. Ahmad syukri Saleh, MA, Metodologi Tafsir al-Quran Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman, (Jambi: Sulthan Thaha press, 2007) h, 54.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dzahir dan Ta'wil dalam studi ilmu ushul fiqih.

Makalah metode tafsir Ijmali dalam studi Ilmu Tafsir