Tafsir Ahkam ayat-ayat Riba


A.    Pengertian Riba
Riba menurut bahasa berarti bertambah dan berkembang, ( الربا : الزيادة  والنمو)[1].Allah SWT berfirman, “Hiduplah bumi itu dan menjadi subur,” (QS. Al-Hajj:22 : 5). Maksudnya, ia semakin bertambah dan berkembang. Adapun riba menurut syara’ adalah transaksi dengan menggunakan kompensasi tertentu yang tidak diketahui kesamaannya dalam ukuran syariat pada saat akad, atau disertai penangguhan serah terima dua barang yang dibarter atau salah satunya. [2]
Ibn Rif’ah sebagaimana dikutip al-Zuhaily menjelaskan bahwa riba adalah nilai tambah dalam transaksi emas, perak dan seluruh jenis makanan. Inilah harta Ribawi. Seseorang yang melakukan akad jual beli atau akad utang- piutang terkait harta Ribawi tersebut dengan adanya nilai tambah dari salah satu atau kedua barang yang ditangguhkan, atau serah terima tidak secara langsung maka akad tersebut telah mengandung unsur riba.[3]
Menurut Ibnu Arabi, riba adalah sesuatu yang biasa dilakukan masyarakat  Arab  pada  masa Jahiliyah, seseorang berjual beli dengan orang lain dalam tempo waktu  tertentu, setelah datang temponya orang tersebut akan menagih ketika tagihan tidak bisa dilunasi  maka, orang tersebut akan melipatgandakan pokok hartanya. [4]
B.     Ayat-Ayat Riba’ di dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya
i.        Surat Al-Baqarah Ayat 275-276.

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (275) يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ (276)

Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah  disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa yang datang kepadanya peringatan dari Allah. Lalu ia berhenti  maka  baginya  adalah  apa  yang telah berlalu  dan urusannya  adalah  kepada Allah dan barang siapa yang kembali lagi, maka  mereka  adalah penghuni  neraka yang kekal di dalamnya. Allah akan menghapus riba dan melipat gandakan sedekah dan Allah tidak suka kepada orang-orang kafir lagi pendosa”.(QS. Al-Baqarah : 275- 276)




Penjelasan Ayat
Menurut Ibnu Arabi, riba adalah sesuatu yang biasa dilakukan manusia  Arab  pada  masa Jahiliyah, seseorang berjual beli dengan orang lain dalam tempo waktu  tertentu, setelah datang temponya orang tersebut akan menagih ketika tagihan tidak bisa dilunasi  makaorang tersebut akan melipatgandakan pokok hartanya[5].
يَأْكُلُونَ الرِّبَا
Arti makan di sini adalah bermuamalah atau bertransaksi, disebutkan dengan kata makan karena pada umumnya kebanyakantujuan kepemilikan harta adalah untuk dimakan[6].
لَا يَقُومُونَ
Maksudnya dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat  nanti[7]. Hal ini juga seperti bacaan Abdullah bin Mas’ud yang menambahkan kata hari kiamat [8]. pada kalimat: لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ
يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
Maksudnya berdiri tidak seimbang seperti orang gila [9].
مَوْعِظَةٌ
Maksudnya peringatan untuk kebaikan[10]. Yang dimaksud disini adalah larangan untuk meninggalkan riba[11].
Secara ringkas, Ibnu Katsir menafsirkan Surat Al-Baqarah ayat yang ke 275, yakni: bahwa orang yang memakan riba, kelak ketika mereka dibangkitkan dari kuburan pada hari kiamat  seperti berdirinya orang gila pada saat dia mengamuk dan kesurupan Setan. Hal ini karena Allah SWT sudah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba namun mereka berkata “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba”. Diperkuat dengan perkataan Ibnu Abbas yaitu “Pemakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan seperti orang gila yang mengamuk”.[12]
يمحق الله الربا
Maksudnya Allah SWT akan mengurangi dan menghilangkan harta riba secara  keseluruhan dari pemiliknya atau menghilangkan berkahnya sehingga tidak bermanfaat bahkan diberi hukuman di akhirat
ويربى الصدقات
“Dan menyuburkan sedekah” menambahnya, mengembangkannya dan melipatgandakan pahalanya.
وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ
“Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang mempertahankan kekafiran” dengan menghalalkan riba.
أَثِيم 
“Dan suka berbuat dosa” melanggar peraturan dengan memakan (mengambil) riba, maksudnya Allah akan menghukumnya.[13]

تفسير الطبري:
الْقَوْلُ فِي تَأْوِيلِ قَوْلِهِ تَعَالَىوَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ {275}( 

قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ : يَعْنِي - جَلَّ ثَنَاؤُهُ - : وَأَحَلَّ اللَّهُ الْأَرْبَاحَ فِي التِّجَارَةِ وَالشِّرَاءِ وَالْبَيْعِ " وَحَرَّمَ الرِّبَا " يَعْنِي الزِّيَادَةَ الَّتِي يُزَادُ رَبُّ الْمَالِ بِسَبَبِ زِيَادَتِهِ غَرِيمَهُ فِي الْأَجَلِ ، وَتَأْخِيرِهِ دَيْنَهُ عَلَيْهِ . يَقُولُ - عَزَّ وَجَلَّ - : فَلَيْسَتِ الزِّيَادَتَانِ - اللَّتَانِ إِحْدَاهُمَا مِنْ وَجْهِ الْبَيْعِ وَالْأُخْرَى مِنْ وَجْهِ تَأْخِيرِ الْمَالِ وَالزِّيَادَةِ فِي الْأَجَلِ - سَوَاءً . وَذَلِكَ أَنِّي حَرَّمْتُ إِحْدَى الزِّيَادَتَيْنِ وَهِيَ الَّتِي مِنْ وَجْهِ تَأْخِيرِ الْمَالِ وَالزِّيَادَةِ فِي الْأَجَلِ وَأَحْلَلْتُ الْأُخْرَى مِنْهُمَا ، وَهِيَ الَّتِي مِنْ وَجْهِ الزِّيَادَةِ عَلَى رَأْسِ الْمَالِ الَّذِي ابْتَاعَ بِهِ الْبَائِعُ سِلْعَتَهُ الَّتِي يَبِيعُهَا ، فَيَسْتَفْضِلُ فَضْلَهَا . فَقَالَ اللَّهُ - عَزَّ وَجَلَّ - : لَيْسَتِ الزِّيَادَةُ مِنْ وَجْهِ الْبَيْعِ نَظِيرَ الزِّيَادَةِ مِنْ وَجْهِ الرِّبَا ؛ لِأَنِّي أَحْلَلْتُ الْبَيْعَ ، وَحَرَّمْتُ الرِّبَا ، وَالْأَمْرُ أَمْرِي وَالْخَلْقُ خَلْقِي ، أَقْضِي فِيهِمْ مَا أَشَاءُ ، وَأَسْتَعْبِدُهُمْ بِمَا أُرِيدُ ، لَيْسَ لِأَحَدٍ مِنْهُمْ أَنْ يَعْتَرِضَ فِي حُكْمِي ، وَلَا أَنْ يُخَالِفَ أَمْرِي ، وَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ طَاعَتِي وَالتَّسْلِيمُ لِحُكْمِي .  [14]
ii.    Surat Al-Baqarah Ayat 277-279

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ٢٧٧ ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ )٢٧٨( فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ (٢٧٩)

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
Penjelasan Ayat
(Ayat 277) “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” .
Pada ayat di atas tadi Tuhan telah menerangkan bahwa dalam masyarakat beriman yang telah ditegakkan Tuhan, yang sangat dianjurkan ialah bersedekah, bukan makan riba. Di ayat ini kembali lagi diberi penjelasan bahwa masayarakat yang beriman dan beramal shalih, tidak mungkin menimbulkan riba. Sebab baik dia kaya atau miskin, mereka keduanya bergabung dalam satu kepercayaan dan satu ukhuwah (persaudaraan) dan tergabung dalam satu jamaah.

تفسير الطبري:
الْقَوْلُ فِي تَأْوِيلِ قَوْلِهِ تَعَالَى ( إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ){277}
قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ : وَهَذَا خَبَرٌ مِنَ اللَّهِ - عَزَّ وَجَلَّ - بِأَنَّ الَّذِينَ آمَنُوا يَعْنِي الَّذِينَ صَدَّقُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ ، وَبِمَا جَاءَ بِهِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِمْ مِنْ تَحْرِيمِ الرِّبَا وَأَكْلِهِ ، وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ سَائِرِ شَرَائِعِ دِينِهِ " وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ " الَّتِي أَمَرَهُمُ اللَّهُ - عَزَّ وَجَلَّ - بِهَا ، وَالَّتِي نَدَبَهُمْ إِلَيْهَا " وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ " الْمَفْرُوضَةَ بِحُدُودِهَا ، وَأَدَّوْهَا بِسُنَنِهَا " وَآتَوُا الزَّكَاةَ " الْمَفْرُوضَةَ عَلَيْهِمْ فِي أَمْوَالِهِمْ ، بَعْدَ الَّذِي سَلَفَ مِنْهُمْ مِنْ أَكْلِ الرِّبَا قَبْلَ مَجِيءِ الْمَوْعِظَةِ فِيهِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِمْ " لَهُمْ أَجْرُهُمْ " يَعْنِي ثَوَابَ ذَلِكَ مِنْ أَعْمَالِهِمْ وَإِيمَانِهِمْ وَصَدَقَتِهِمْ " عِنْدَ رَبِّهِمْ " يَوْمَ حَاجَتِهِمْ إِلَيْهِ فِي مَعَادِهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ " يَوْمَئِذٍ مِنْ عِقَابِهِ عَلَى مَا كَانَ سَلَفَ مِنْهُمْ فِي جَاهِلِيَّتِهِمْ وَكَفْرِهِمْ قَبْلَ مَجِيئِهِمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ مِنْ أَكْلِ مَا كَانُوا أَكَلُوا مِنَ الرِّبَا بِمَا كَانَ مِنْ إِنَابَتِهِمْ وَتَوْبَتِهِمْ إِلَى اللَّهِ - عَزَّ وَجَلَّ - مِنْ ذَلِكَ عِنْدَ مَجِيئِهِمُ الْمَوْعِظَةُ مِنْ رَبِّهِمْ ، :  وَتَصْدِيقِهِمْ بِوَعْدِ اللَّهِ وَوَعِيدِهِ " وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ " عَلَى تَرْكِهِمْ مَا كَانُوا تَرَكُوا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَكْلِ الرِّبَا وَالْعَمَلِ بِهِ ، إِذَا عَايَنُوا جَزِيلَ ثَوَابِ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ، وَهُمْ عَلَى تَرْكِهِمْ مَا تَرَكُوا مِنْ ذَلِكَ فِي الدُّنْيَا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِهِ فِي الْآخِرَةِ ، فَوَصَلُوا إِلَى مَا وُعِدُوا عَلَى تَرْكِهِ[15]

(Ayat 278) Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah” biarkanlah مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ “apa yang tersisa dari riba jika kamu adalah orang-orang beriman” yang sungguh-sungguh dalam keimananmu. Karena perilaku orang yang beriman adalah melaksanakan perintah Allah. Ayat ini turun ketika sebagian sahabat setelah adanya larangan mengambil riba, menuntut pembayaran riba miliknya yang terjadi sebelumnya.[16]

تفسير الطبري:
الْقَوْلُ فِي تَأْوِيلِ قَوْلِهِ تَعَالَى( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ){278}

قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ : يَعْنِي - جَلَّ ثَنَاؤُهُ - بِذَلِكَ : " يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا " صَدَّقُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ " اتَّقَوُا اللَّهَ " يَقُولُ : خَافُوا اللَّهَ عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَاتَّقُوهُ بِطَاعَتِهِ فِيمَا أَمَرَكُمْ بِهِ ، وَالِانْتِهَاءِ عَمَّا نَهَاكُمْ عَنْهُ " وَذَرُوا " يَعْنِي : وَدَعُوا " مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا " يَقُولُ : اتْرُكُوا طَلَبَ مَا بَقِيَ لَكُمْ مِنْ فَضْلٍ عَلَى رُءُوسِ أَمْوَالِكُمُ الَّتِي كَانَتْ لَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُرْبُوا عَلَيْهَا " إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ " يَقُولُ : إِنْ كُنْتُمْ مُحَقِّقِينَ إِيمَانَكُمْ قَوْلًا وَتَصْدِيقَكُمْ بِأَلْسِنَتِكُمْ بِأَفْعَالِكُمْ . . 

قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ : وَذَكَرَ أَنَّ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ فِي قَوْمٍ أَسْلَمُوا وَلَهُمْ عَلَى قَوْمٍ أَمْوَالٌ مِنْ رِبًا كَانُوا أَرْبَوْهُ عَلَيْهِمْ ، فَكَانُوا قَدْ قَبَضُوا بَعْضَهُ مِنْهُمْ ، وَبَقِيَ بَعْضٌ ، فَعَفَا اللَّهُ - جَلَّ ثَنَاؤُهُ - لَهُمْ عَمَّا كَانُوا قَدْ قَبَضُوهُ قَبْلَ نُزُولِ هَذِهِ الْآيَةِ ، وَحَرَّمَ عَلَيْهِمُ اقْتِضَاءَ مَا بَقِيَ مِنْهُ[17]

(Ayat 279) Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
 فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ  “jika kamu tidak melaksanakan” apa yang diperintahkan kepadamuفَأْذَنُواْ "ketahuilah” keyakinan بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ “bahwa Allah dan Rasul-Nya menyatakan perang” kepadamu. Ini adalah ancaman yang keras kepada mereka. Tatkala ayat ini turun, mereka berkata: “Kita tidak berdaya untuk berperang melawanNya.”  وَإِن تُبْتُمْ “Dan jika kamu bertaubat” meninggalkan riba فَلَكُمْ رُؤُوسُ  “maka kamu berhak mengambil kepala” pokok أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ“hartamu. Kamu tidak menzhalimi” dengan meminta tambahan وَلاَ تُظْلَمُونَ “dan tidak pula dizhalimi” dengan pengurangan hartamu.[18]
تفسير الطبري:
الْقَوْلُ فِي تَأْوِيلِ قَوْلِهِ تَعَالَى( فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ …..)

قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ : يَعْنِي - جَلَّ ثَنَاؤُهُ - بِقَوْلِهِ : ( فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا ) فَإِنْ لَمْ تَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَاوَاخْتَلَفَ الْقَرَأَةُ فِي قِرَاءَةِ قَوْلِهِ : " فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ " . فَقَرَأَتْهُ عَامَّةُ قَرَأَةِ أَهْلِ الْمَدِينَةِ : " فَأْذَنُوا " بِقَصْرِ الْأَلِفِ مِنْ " فَآذَنُوا " وَفَتْحِ ذَالِهَا ، بِمَعْنَى كُونُوا عَلَى عِلْمٍ وَإِذْنٍوَقَرَأَهُ آخَرُونَ وَهِيَ قِرَاءَةُ عَامَّةِ قَرَأَةِ الْكُوفِيِّينَ : " فَآذِنُوا " بِمَدِّ الْأَلِفِ مِنْ قَوْلِهِ : " فَأَذِنُوا " وَكَسْرِ ذَالِهَا ، بِمَعْنَى فَآذِنُوا غَيْرَكُمْ ، أَعْلِمُوهُمْ وَأَخْبِرُوهُمْ بِأَنَّكُمْ عَلَى حَرْبِهِمْ

قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ : وَأَوْلَى الْقِرَاءَتَيْنِ بِالصَّوَابِ فِي ذَلِكَ قِرَاءَةُ مَنْ قَرَأَ : " فَأْذَنُوا " بِقَصْرِ أَلِفِهَا وَفَتَحِ ذَالِهَا ، بِمَعْنَى اعْلَمُوا ذَلِكَ وَاسْتَيْقَنُوهُ ، وَكُونُوا عَلَى إِذَنٍ مِنَ اللَّهِ - عَزَّ وَجَلَّ - لَكُمْ بِذَلِكَ

وَإِنَّمَا اخْتَرْنَا ذَلِكَ ، لِأَنَّ اللَّهَ - عَزَّ وَجَلَّ - أَمَرَ نَبِيَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَنْ يَنْبِذَ إِلَى مَنْ أَقَامَ عَلَى شِرْكِهِ الَّذِي لَا يُقَرُّ عَلَى الْمَقَامِ عَلَيْهِ ، وَأَنْ يُقْتَلَ الْمُرْتَدُّ عَنِ الْإِسْلَامِ مِنْهُمْ بِكُلِّ حَالٍ إِلَّا أَنْ يُرَاجِعَ الْإِسْلَامَ ، آذَنَهُ الْمُشْرِكُونَ بِأَنَّهُمْ عَلَى حَرْبِهِ أَوْ لَمْ يُؤْذِنُوهُ . فَإِذْ كَانَ الْمَأْمُورُ بِذَلِكَ لَا يَخْلُو مِنْ أَحَدِ أَمْرَيْنِ ، إِمَّا أَنْ يَكُونَ كَانَ مُشْرِكًا مُقِيمًا عَلَى شِرْكِهِ الَّذِي لَا يُقَرُّ عَلَيْهِ ، أَوْ يَكُونُ كَانَ مُسْلِمًا فَارْتَدَّ وَأَذِنَ بِحَرْبٍ . فَأَيُّ الْأَمْرَيْنِ كَانَ ، فَإِنَّمَا نُبَذَ إِلَيْهِ بِحَرْبٍ ، لَا أَنَّهُ أَمَرَ بِالْإِيذَانِ بِهَا إِنْ عَزَمَ عَلَى ذَلِكَ . لِأَنَّ الْأَمْرَ إِنْ كَانَ إِلَيْهِ فَأَقَامَ عَلَى أَكْلِ الرِّبَا مُسْتَحِلًّا لَهُ وَلَمْ يُؤْذَنِ الْمُسْلِمُونَ بِالْحَرْبِ ، لَمْ يَلْزَمْهُمْ حَرْبُهُ ، وَلَيْسَ ذَلِكَ حُكْمَهُ فِي وَاحِدَةٍ مِنَ الْحَالَيْنِ ، فَقَدْ عَلِمَ أَنَّهُ الْمَأْذُونُ بِالْحَرْبِ لَا الْآذِنُ بِهَا[19]
الْقَوْلُ فِي تَأْوِيلِ قَوْلِهِ تَعَالَىوَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ….. (

قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ :يَعْنِي - جَلَّ ثَنَاؤُهُ - بِذَلِكَ : " إِنْ تُبْتُمْ " فَتَرَكْتُمْ أَكْلَ الرِّبَا وَأَنَبْتُمْ إِلَى اللَّهِ - عَزَّ وَجَلَّ - " فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ " مِنَ الدُّيُونِ الَّتِي لَكُمْ عَلَى النَّاسِ ، دُونَ الزِّيَادَةِ الَّتِي أَحْدَثْتُمُوهَا عَلَى ذَلِكَ رِبًا مِنْكُمْ.[20]
الْقَوْلُ فِي تَأْوِيلِ قَوْلِهِ تَعَالَىلَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ {279}(

قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ : يَعْنِي بِقَوْلِهِ : " لَا تَظْلِمُونَ " بِأَخْذِكُمْ رُءُوسَ أَمْوَالِكُمُ الَّتِي كَانَتْ لَكُمْ قَبْلَ الْإِرْبَاءِ عَلَى غُرَمَائِكُمْ مِنْهُمْ ، دُونَ أَرْبَاحِهَا الَّتِي زِدْتُمُوهَا رِبًا عَلَى مَنْ أَخَذْتُمْ ذَلِكَ مِنْهُ مِنْ غُرَمَائِكُمْ ، فَتَأْخُذُوا مِنْهُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ أَخْذُهُ ، أَوْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ قَبْلُ " وَلَا تُظْلِمُونَ " يَقُولُ : وَلَا الْغَرِيمُ الَّذِي يُعْطِيكُمْ ذَلِكَ دُونَ الرِّبَا الَّذِي كُنْتُمْ أَلْزَمْتُمُوهُ مِنْ أَجْلِ الزِّيَادَةِ فِي الْأَجَلِ ، يَبْخَسُكُمْ حَقًّا لَكُمْ عَلَيْهِ فَيَمْنَعُكُمُوهُ ، لِأَنَّ مَا زَادَ عَلَى رُءُوسِ أَمْوَالِكُمْ لَمْ يَكُنْ حَقًّا لَكُمْ عَلَيْهِ ، فَيَكُونُ بِمَنْعِهِ إِيَّاكُمْ ذَلِكَ ظَالِمًا لَكُمْ[21]

iii.    Surah Ali-Imran Ayat 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون{130}
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Penjelasan Ayat
Di dalam Surat Ali Imron ayat 130 ahli Tafsir menjelaskan bahwa lafadz يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ini yang dimaksud adalah kaum Tsaqif atau golongan manusia dari bani Tsaqif, kemudian lafadz لَا تَأْكُلُواالرِّبَاأَضْعَافًا ini yang dimaksud adalah di dalam harta dirham yang berlebihan, disusul lagi lafadz sebagai penguat yaitu مُضَاعَفَةً ini maksudnya adala  الاجل misi atau tujuan, kemudian dilanjutkan lagi dengan kata وَاتَّقُوا اللَّهَ  takutlah kamu semua orang Iman kepada Allah di dalam memakan sesuatu yang mengandung Riba.  لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَini dengan maksud supanya kamu semua mendapatkan keselamatan dari murka siksaan Allah.[22]
 Intinya, pembelajaran yang dapat di ambil dari penafsiran Surah Ali-Imran ayat 130 ini menyimpulkan bahwa, :
a. yang ditujukan khusus dalam ayat ini adalah kepada Golongan Tsaqif, umumnya Ummat Manusia beragama Islam,
 b. Peringatan untuk menjauhi diri dari memakan harta Riba.
 c. Takutlah kepada Allah dalam memakan harta Riba, dengan harapan tidak mendapat murka dan Siksa dari Allah swt.


تفسير الطبري:
الْقَوْلُ فِي تَأْوِيلِ قَوْلِهِ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ){130}

قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ : يَعْنِي بِذَلِكَ جَلَّ ثَنَاؤُهُ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ، لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا فِي إِسْلَامِكُمْ بَعْدَ إِذْ هَدَاكُمْ لَهُ ، كَمَا كُنْتُمْ تَأْكُلُونَهُ فِي جَاهِلِيَّتِكُمْوَكَانَ أَكْلُهُمْ ذَلِكَ فِي جَاهِلِيَّتِهِمْ : أَنَّ الرَّجُلَ مِنْهُمْ كَانَ يَكُونُ لَهُ عَلَى الرَّجُلِ مَالٌ إِلَى أَجَلٍ ، فَإِذَا حَلَّ الْأَجَلُ طَلَبَهُ مِنْ صَاحِبِهِ ، فَيَقُولُ لَهُ الَّذِي عَلَيْهِ الْمَالُ : أَخِّرْ عَنَى دَيْنَكَ وَأَزِيدُكَ عَلَى مَالِكَ . فَيَفْعَلَانِ ذَلِكَ . فَذَلِكَ هُوَ "الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً " ، فَنَهَاهُمُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي إِسْلَامِهِمْ عَنْهُ.[23]

Asbabul an-Nuzul turunnya Ayat-Ayat Riba
            Secara historis ada beberapa versi (riwayat) yang menjadi latar belakang turunnya ayat larangan riba, khususnya QS. Al-Baqarah {2}: 275-279 dan Ali- Imran {3}: 130-131.
            Umumnya para mufassir dengan mengutip dari al-Thabari berpendapat bahwa ayat al-Baqarah 275-279, khususnya ayat 275, turun disebabkan oleh pengamalan paman Nabi Muhammad saw, Abbas bin Abdul Muthalib dan Khalid bin al-Walid, yang bekerjasama meminjamkan uang kepada orang lain dari Tsaqif ani ‘Amr. Sehingga keduanya mempunyai banyak harta ketika Islam datang.[24]
            Sumber lain mengatakan bahwa Bani ‘Amr ibn Umair ibn Auf mengambil riba dari Bani Mughirah. Apabila tiba waktu pembayaran yang telah dijanjikan, maka utusan datang ke Bani Mughirah untuk mengambil tagihan. Ketika pada suatu waktu Bani Mughirah tidak mau membayar dan peristiwa ini terdengar sampai kepada Rasulullah saw, beliau bersabda, “Ikhlaskanlah atau kalau tidak, akan mendapat siksa yang pedih dari Allah”.[25] Sedangkan sebab turunnya QS. Ali-Imran {3}: 130-131, menurut satu riwayat dari ‘Atha disebutkan bahwa, ani Thaqif mengambil riba dari bani Mughirah. Apabila tiba waktu pembayaran, datang utusan dari bani Thaqif untuk menagih. Kalau tidak membayar, disuruh menunda dengan syarat menambah sejumlah tambahan.[26]
Senada dengan hal tersebut, Mujahid meriwayatkan, bahwa seseorang di zaman Jahiliyyah berhutang kepada orang lain. Lalu yang berhutang (kreditur) berkata, “akan saya tambah sekian jika kamu memberik tempoh tersebut.” Maka si empunya piutang (debitur) memberikan tempoh tersebut.[27] Riwayat lain menyebutkan, bahwa di masyarakat pra-Islam, mereka biasa menggandakan pinjaman pada orang-orang yang sangat membutuhkan (kesusahan), yang dengan pinjaman tertentu, orang yang meminjam tidak saja mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam, tetapi juga menambah dengan sejumlah tambahan yang sesuai dengan masa pinjamannya. Kalau si peminjam mempunyai uang untuk mengembalikan pinjaman dalam waktu cepat dan singkat, maka dia akan mengembalikan dengan jumlah tambahan relative sedikit. Sebaliknya, kalau tidak mempunyai uang untuk mengembalikan dengan cepat, maka bisa ditunda, dengan syarat harus membayar uang tambahan yng lebih besar lagi.

Jenis-Jenis Riba Dan Hukumnya
Menurut Madzhab Imam Syafi’i dan pengikutnya, riba terdiri dari 3 macam, yaitu:
1.      Riba fadhl: Jual beli dengan tambahan pada salah satu barang.
Contohnya: gandum premium 2 kg ditukar dengan gandum low grade 3 kg.
2.      Riba yad: Jual beli dengan mengakhirkan serah terima kedua barang atau mengakhirkan salah satunya.
Contohnya: A membeli barang kepada B, namun yang harusnya serah terima dilakukan sebelum berpisah, mereka justru berpisah sebelum melakukan serah terima.
3.      Riba nasi’ah: Jual beli dengan menangguhkan serah terimanya hingga masa tertentu.
Contohnya: A berhutang barang kepada B. Jika A tidak bisa melunasinya pada waktu yang telah disepakati,maka hutang A ditambah Rp. 1000 per bulan.
Menurut pendapat Non-Syafi’iyah, jenis riba kedua dan ketiga berarrti sama yaitu nasi’ah. Selain tiga jenis riba tadi, al-Mutawalli menambah satu jenis lagi, yaitu riba qardh. Riba qardh adalah hutang piutang yang mensyaratkan tambahan yang menguntungkan kepada pemberi piutang.[28] Contohnya, B memberikan piutang kepada A. Maka saat mengembalikan kepada B, A harus melebihkan nilainya. Hutang 1000 bayar 1100.
Berikut ibaroh dari kitab Al-Fiqhu Al-Syafi’i al-Muyassar karangan Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili.
            Terdapat perbedaan pembagian jenis riba dalam kitab karangan Imam Al-Shabuni. Beliau membagi riba kedalam dua jenis, yaitu:
1.      Riba nasi’ah: Menangguhkan serah terima barang hingga waktu tertentu seperti sebulan atau setahun, dengan mensyaratkan adanya tambahan sebagai konsekuensi keterlambatan pembayaran. Riba seperti ini sudah ada sejak zaman jahiliyah. Pernah, seorang lelaki di zaman jahiliyah memberi piutang kepada temannya. Saat jatuh tempo, ia berkata pada temannya yang berhutang, “ kamu sudah telat bayar hutang, maka aku menambahkan nilai harta hutangmu”. Ini adalah praktik riba yang berlipat ganda. Maka Allah melarangnya dalam Islam.
2.      Riba fadhl: jual beli dengan tambahan pada salah satu barang.
Kaidah fiqhnya: إذا اتحد الجنسان حرم الزيادة والنّساء، وإذا اختلف الجنسان حلّ التفاضل دون النساء
Artinya:  Apabila kedua barangnya sejenis, haram adanya kelebihan kadar dan penangguhan. Apabila keduanya berbeda jenis, boleh adanya kelebihan kadar tidak penangguhan.[29]
Lebih jelasnya, perhatikan ibaroh dari kitab Rawai’ al-Bayan: Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an karya  syeikh Muhamad Ali al-Shabuni berikut.
      Di dalam Kitab Rawai’ al- Bayan, Syekh al-Shabuni menentang pendapat terkini yang membolehkan riba sedikit, berikut ibarohnya.
Harta Atau Benda Ribawi
Riba hanya diharamkan pada emas, perak, uang kertas saat ini, dan beragam makanan. Jadi, benda riba yang ditegaskan oleh nash adalah emas, perak, gandum putih, gandum merah, kurma, dan garam.
Yang diatas tadi sesuai dengan hadits Ubadah bin Shamit. Berikut ibaroh dari kitab Al-Fiqhu Al-Syafi’i al-Muyassar karangan Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili.[30]
Jadi, apabila transaksinya selain dari emas, perak, makanan, minuman maka itu bukan termasuk riba meskipun ada penambahan atau kelebihan dan penangguhan. Selain itu juga boleh berpisah sebelum serah terima. Berikut penjelasannya
Namun, untuk penjualan barang ribawi dengan barang lainnya dan dengan menangguhkan serah terima hukumya tidak boleh. Berikut penjelasannya.
Tahapan-Tahapan Pengharaman Riba.
Penting juga dijelaskan mengenai tahapan diharamkannya riba supaya kita mengetahui hikmah atau rahasia perundang-undangan Islam. Sebagaimana yang diketahui, bahwa syari’at islam berlaku secara bertahap. Pengharaman riba melalui empat tahap, sama seperti tahapan diharamkannya khamr. Berikut tahapan proses pengharamannya:
1.      Turun ayat وَمَآ آتَيْتُمْ مِّن رِّباً لِّيَرْبُوَاْ فِي أَمْوَالِ الناس فَلاَ يَرْبُواْ عِندَ الله وَمَآ آتَيْتُمْ مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ الله فأولئك هُمُالمضعفون (الروم:39).Ayat ini diturunkan di Makkah. Sebagaimana yang tampak di ayat tersebut, tidak ada yang menunjukkan keharaman riba. Yang ada hanyalah isyarat kebencian Allah terhadap riba. Riba tidak ada pahalanya disisi Allah, maka ini adalah nasehat negatif. 
2.      Turun ayat فَبِظُلْمٍ مِّنَ الذين هَادُواْ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ الله كَثِيراً وَأَخْذِهِمُ الربا وَقَدْنُهُواْ عَنْهُ (النساء: 160-161). Ayat ini diturunkan di Madinah. Dalam ayat ini Allah mengkisahkan tentang kejahatan yang dilakukan orang yahudi. Mereka telah diharamkan riba tetapi mereka tetap saja melakukannya, maka mereka mendapat laknat dan murka Allah. Ayat ini mengharamkan riba dengan cara memberi isyarat bukan dengan jelas. Karena mengisahkan kejahatan Yahudi dalam melakukan riba, dan sama sekali tidak menunjukkan keharaman riba bagi orang Islam.
3.      Turun ayat ياأيها الذين آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرباوا أضعافا مضاعفة (ال عمران: 30).Ayatini sudah mengharamkan riba secara terang-terangan. Akan tetapi keharamannya hanya sebagian saja, tidak keseluruhan. Maksudnya, hanya riba yang keji yang diharamkan. Riba yang paling buruk dan batas dosa yang paling besar. Melebihkan hutang hingga berlipat ganda. Yang merugikan orang yang berhutang.
4.      Turun ayat ياأيها الذين آمَنُواْ اتقوا الله وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرباوا إِن كُنْتُمْ مُّؤْمِنِينَ فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللهوَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أموالكم لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ (البقرة: 275). Ayat ini telah mengharamkan riba secara keseluruhan dengan terang-terangan dan qath’iy. Al-qur’an tidak membedakan riba yang banyak ataupun sedikit.[31]
Lebih jelasnya, perhatikan ibaroh berikut:
 










Daftar Pustaka
Ibnu  al-Manzhur, Lisan  al-Arab, (Beirut:  Dar  al-Fikr,1990)
Wahbah Zuhaili, al-Fiqhu Asy-Syafi’iyyah al- Muyassar,(Beirut: Darul al- Fikr, 2008)
Lilik Ummu Kaltsum, Abd. Moqsith Ghazali, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, (Jakarta: UIN Press, 2015)

Ibnu Arabi,Ahkam al-Quran, (Beirut: Dar al-Fikr)
Al-Baghwi, Ma’alim  Tanzil  fi  al-Tafsir  wa  al-Takwil, (Bairut:  Dar  el-Fikr, 1989)
Ibnu  Katsir, Al-Quran  al-Azhim, (Beirut:  Dar al-Fikr)

Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, (Lebanon: 2009)
Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Surabaya: Pustaka Elba, 2010)
Ibn Thohir bin Ya’kub Al-Fauruzi Zadi, Tanwirul Al Miqbaas min Tafsir Ibn Abbas, (Dar Al-Fikr, tth)
Rasyid Ridha, Tafsīr al-Manār, juz III, Mesir: Mathba’ah Muhammad Ali Shāhib wa Awladih, 1374
Muhammad Ali As-Shabuni, Rawā„i al-Bayān Tafsīr Āyāt al-Aḥkām min al-Qur‟ān, jilid I, (Beirut: Dār al-Fikr, 1980)


[1]Ibnu  al-Manzhur, Lisan  al-Arab, (Beirut:  Dar  al-Fikr,1990), Jilid 14 hal. 304. Lihat juga Majma al-Lughoh al-ArabiyahAl-Mu’jam al-Wasith, ( Arab Saudi: al-Dar al-Handasah, 1985), Jilid 1 hal. 338.
[2] Wahbah Zuhaili, al-Fiqhu Asy-Syafi’i al- Muyassar,(Beirut: Darul al- Fikr, 2008) Juz 1, hal. 498.
[3] Lilik Ummu Kaltsum, Abd. Moqsith Ghazali, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, (Jakarta: UIN Press, 2015) hal. 61-62.
[4]Ibnu Arabi,Ahkam al-Quran, (Beirut: Dar al-Fikr), Jilid1, hal.320.
[5]Ibnu Arabi, Ahkam al-Quran, Jilid1, hal.320.
[6] Al-Baghwi, Ma’alim  Tanzil  fi  al-Tafsir  wa  al-Takwil, (Bairut:  Dar  el-Fikr, 1989) Juz 1, hal. 397.  Lihat  juga  an-Nisabury, Tafsir  Ghoroib  al-Quran  wa Roghoib al-Furqon,( Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1996), Jilid 2, hal. 60.
[7] Al-Baghwi, Ma’alim  Tanzil  fi  al-Tafsir  wa  al-Takwil, Hal. 397.
[8]Ibnu  Katsir, Al-Quran  al-Azhim, (Beirut:  Dar al-Fikr),Jilid 1, hal. 275. 
[9] Muhammad Ali as-Shobuni,Tafsir Ayat Ahkam, (Beirut: Dar al-Fikr),Jilid 1, hal.383.
[10] Muhammad Ali as-Shobuni, Tafsir Ayat Ahkam, Jilid 1, hal.383.
[11]Ibnu  Katsir, Al-Quran  al-Azhim,(Beirut:  Dar al-Fikr.), Jilid 1, hal. 275. 
[12]Ibnu  Katsir, Al-Quran  al-Azhim,  Jilid. 1, hal. 452.
[13] Muhammad Ali As-Shabuni, Rawā’i al-Bayān Tafsīr Āyāt al-Aḥkām min al-Qur‟ān, jilid I, hal. 383-384.
[14] Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, Lebanon: 2009, hal. 14.
[15] Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, hal. 22.
[16]Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Surabaya: Pustaka Elba, 2010), hal. 238.
[17] Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, hal. 23.
[18]Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, hal. 203.
[19] Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, hal. 25.
[20] Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, hal. 27.
[21] Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, hal. 28.
[22]Ibn Thohir bin Ya’kub Al-Fauruzi Zadi, Tanwirul Al Miqbaas min Tafsir Ibn Abbas, (Dar Al-Fikr, tth), hal. 56.
[23] Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, hal. 204.
[24] Muhammad Ali As-Shabuni, Rawā„i al-Bayān Tafsīr Āyāt al-Aḥkām min al-Qur‟ān, jilid I, (Beirut: Dār al-Fikr, 1980), hal. 385
[25] Rasyid Ridha, Tafsīr al-Manār, juz III, Mesir: Mathba’ah Muhammad Ali Shāhib wa Awladih, 1374, hal. 103
[26] Rasyid Ridha, Tafsīr al-Manār, juz III, hal. 123
[27] Rasyid Ridha, Tafsīr al-Manār, juz III, hal. 123
[28] Wahbah Zuhaili, al-Fiqhu Asy-Syafi’i al- Muyassar,(Beirut: Darul al- Fikr, 2008) Juz 1, hal. 499
[29] Muhammad Ali As-Shabuni, Rawā’i al-Bayān Tafsīr Āyāt al-Aḥkām min al-Qur‟ān, jilid I, hal. 399
[30] Wahbah Zuhaili, al-Fiqhu Asy-Syafi’i al- Muyassar,(Beirut: Darul al- Fikr, 2008) Juz 1, hal. 499-500
[31] Muhammad Ali As-Shabuni, Rawā’i al-Bayān Tafsīr Āyāt al-Aḥkām min al-Qur‟ān, jilid I, hal. 389

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dzahir dan Ta'wil dalam studi ilmu ushul fiqih.

Tafsir Maudhu'i dalam perkembangan ilmu tafsir

Makalah metode tafsir Ijmali dalam studi Ilmu Tafsir