puisi ( Amarah yang terpendam )

‘’amarah yang terpendam’’

Mukanya memerah
marahnnya kepadaku
marahnya burung Garuda
Marahnya Negeriku
Apakah karena aku tidak sekolah
atau hanya kekurangan duit
apakah aku tidak tau
atau hanya pura-pura tidak tau
tapi mungkin hanyalah sekedar memperbesar perut.
Ketika duduk di kursi yang empuk
dan udara yang sangat sejuk
beserta pakaian kebesaran... semua serba wah...wah...dan wah....
Aku punya segalanya
mobil mewah
rumah mewah
pakaian mewah
tapi rasanya perut ku masih kelaparan
perutku masih kurang besaaarrr,,.....
Sementara di sana--mereka makan dengan mengais sampah
aku ngak peduli
asalkan tunjangan jangan di potong
dan bila perlu di tambah-
Sementara di sana
ada anak-menjerit kelaparan
itu bukan urusan ku
asalkan dompetku tetap tebal.
Atau mungkin di sana—
 masih ada yang bertarung nyawa hanya untuk mendapt kan satu mata pelajaran dari gurunya
itu juga bukan urusanku
 karena aku dulu sekolah nya susah.....

Masih kah ada rasa kemanusiaan disini
misi yang di bawa burung Garudaku
Masih kah ada keadilan
ketika hakim mengetok paku yang runcing kebawah dengan keras
dan menjadi lembut dan tumpul ketika keatas
Masih kah ada keadilan
ketika keputusan hakim
bisa di rubah dengan kipasan lembaran merah yang berlipat lipat.
Andaikan tikus-tiku itu masih bekerja di got-got samping rumah
masih bisa aku bunuh satu persatu.
Tapi akhirnya aku sadar-
ketika tikus-tikus itu pindah tempat, di gedung yang tinggi,
 duduk di kursi-kursi yang empuk,
memakai baju-baju yang mulus dengan dasi yg menjulur seperti ular,,,,...
Akhirnya aku sadar
sungguh nikmat membodohi orang,
 aku bisa tertawa dengan lebar
Ketika uang rampokan itu di bagi
keadilan jadi mahal
palu hakim tiba’’ lemas
senjata polisi tiba-tiba ciut
dan akhirnya tikus menyebar bebas terbang kemana-mana..
Miris memang ketika pelacur yg tidak berpendidikan di anggap sampah..
Tapi tidak kah lebih sampah lagi seorang yang tau keadilan tapi melupakanya demi satu koper Dollar...
Tidak kah lebih sampah ketika orang yang sehat pura-pura sakit di pengadilan.
Tidak kah lebih bodoh, ketika orang yang pandai bicara tiba-tiba bisu.
Maka sudah seharusnya para wakil rakyat naik pangkat menjadi Rakyat.
.....................


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dzahir dan Ta'wil dalam studi ilmu ushul fiqih.

Tafsir Maudhu'i dalam perkembangan ilmu tafsir

Makalah metode tafsir Ijmali dalam studi Ilmu Tafsir