Sayyid Qutb dalam perkembangan tafsir kontemporer


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala,  yang telah memberikan kemudahan, karunia dan rahmat dan hidayah- Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, sayyidinaa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, seorang hamba dan utusan Allah sebagai rahmat bagi sekalian alam. Tidak lupa juga kita curahkan untuk keluarga Nabi dan para sahabat Nabi, yang telah mendampingi beliau dalam menyampaikan seruan Allah. Semoga tercurah keselamatan dan kebahagiaan atas mereka. Amin.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak oleh karena itu pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada orang-orang yang selalu mendukung dalam mengerjakan tugas ini.
Akhir kata, penyusun menyadari bahwa  makalah ini jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan. Oleh sebab itu,kritik dan saran sangat diharapkan dari pembaca.



Ciputat, 1 Novermber 2017






Daftar isi

Kata Pengantar.........................................................................................................2
Daftar Isi..................................................................................................................3
Bab I Pendahuluan...................................................................................................4
Bab II Pembahasan
A. Biografi sayyid Quthub …………………………..............................................5
B. Sumber penafsiran...............................................................................................8
C. Referensi mufassir…………….........................................................................10
D. Corak penafsiran……………………………………………………………...11
E. Metode penulisan tafsir……………………………………………………….12
F. karakteristik penafsiran………………………………………………………..12
G. Sistematika penafsiran……………………………………………….………..13
H. Keistimewaan Tafsir fi Zilalil Qur’an...............................................................15
I. Koreksi Tafsir fi Zhilalil Qur’an.........................................................................17
Bab III Penutup
A. Kesimpulan.......................................................................................................19
B. Saran..................................................................................................................19
DaftarPustaka..............................  .........................................................................20

BAB I
Pendahuluan

Tafsir fi Dzilal al-Qu’ran (Dibawah Naungan Al’-Qur’an) ditulis oleh Sayyid Quthub Ibrahim Husain Syadzili. Kitab ini ditulis dalam empat tahapan, yang pertama, ketika Sayyid Quthub diminta untuk menuangkan tulisannya dalam majalah Al-Muslimun, yang kedua, ditulis sebelum Sayyid Quthub ditangkap oleh pemerintah Mesir, yang ketiga, ditulis ketika Sayyid Quthub didalam penjara, dan yang keempat, disempurnakan ketika Sayyid Quthub berada di penjara Liman Thurrah.
Tafsir fi Dzilal al-Qur’an merupakan kitab tafsir yang mengedepankan tentang dakwah dan pendidikan, hal ini sesuai dengan corak yang dipakai oleh Sayyid Quthub adalah corak pergerakan (Haraki) dan corak pendidikan (Tarbawi).
Tafsir fi zilalil Qur’an merupakan salah satu tafsir modren, yang merupakan salah satu karya fenomenal Sayyid Quthub yang mudah di pahami bagi para akademisi. Karena dalam menulis kitab ini, beliau tidak hanya mengambil riwayat bil matsur tetapi juga dengan pemikiran beliau, sehingga sangat mudah di pahami. Dalam menulis tafsirnya tersebut, pada awalnya ia menulis dengan corak adaby ijtimai’, namun seiring kegiatan beliau di dalam organisasi jamaah Ikhwanl muslimin, coraknya berubah menjadi haraki (pergerakan), yaitu corak yang fokus pada dakwah dan perjuangan Islam.





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Biografi Sayyid Quthub

Nama lengkapnya adalah Sayyid bin Qutb bin Ibrahim bin Husayn al-Sazali,[1] di lahirkan 9 bulan Oktober tahun 1906 di kampung Mousyah koa Asyrur, Mesir. Ia dibesarkan di dalam sebuah keluarga yang harmonis, memiliki seorang ayang yang cinta ilmu dan menitikberatkan pendidikan anak-anaknya opada ajaran Islam dan mencintai al-Qur’an. Hal ini mempengaruhi kehidupan Sayyid Quthub dan membentuknya menjadi orang yang terkenal baik dalam ilmu sosial, politik, bahasa maupun dalam pendidikan.[2]
Sayyid menempuh pendidikan dasarnya di desa. Di desanya itu pula ia menamatkan hafalan al-Qur’annya dalam usia yang masih belia, karena belum melampaui usia sebelas tahun. Al-qur’an (yang sudah dihafalnya sejak kecil) mempunyai pengaruh yang besar dalam mengembangkan kemampuan sastra dan seninya dalam usia yag masih muda. Setelah terjadinya Revolusi Rakyat Mesir pada tahun 1919 melawan pendudukan Inggris, Sayid Quthub berangkat dari desanya menuju Kairo untuk melanjutkan studi disana.[3]
Usai merampungkan pendidikan dasarnya, ia kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya di Kairo. Ia memasuki kota yang padat penduduk itu pada 1920, setahun setelah terjadinya suatu pemberontakan terhadap pasukan pendudukan Inggris di kota itu.[4] Semasa kuliah inilah Quthub mempelajari serta mendalami bidang adab dan kritik sastra, aktif dalam kegiatan akademik, ekstrakulikuler, dan keorganisasian. Tulisan-ulisannya banyak idterbitkan dalam Koran dan berbagai majalah. Ketika usianya mencapai empat puluh tahun Quthub dikenal sebagai kritikus sastra ternama, bukan hanya di Mesir bahkan diseluruh Negara Arab.[5]
Beberapa tahun setelah lulus dari universitas, ia bekerja di kementerian pendidikan dan kebudayaan (Wazarah al-Ma’arif) dan memulai karirnya sebagai guru selama enam tahun. Satu tahun di Bani Suwayf, satu tahun berikutnya di Dimyat, dua tahun di Kairo, dan dua tahun terakhir di Madrasah Ibtidaiyyah Hulwan, lalu pengawas dan terakhir sebagai inspektur Jenderal kebudayaan dari tahun 1940-1948.[6] Pada saat beliau kerja sebagai pengawas sekolah di Departemen Pendidikan tepatnya tahun 1948, ia mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat untuk memperdalam pengetahuannya dibidang pendidikan selama dua tahun. Keberangkatan beliau ke Amerika itu ternyata telah mengubah perhatiannya dari bidang sastra ke bidang reformasi dan pendidikan berdasarkan pandangan Islam. Sejak itu ia banyak menulis buku, mengadakan menghadiri seminar-seminar dan ikut dalam berbagai aktivitas sosial, politik, dan ekonomi sampai pecahnya revolusi di Mesir dibawah pimpinan Jamal Abd an-Nashr.[7]
Pada pertengahan tahun empat puluhan, Sayyid mengkajiAl-Qur’an dengan pendekatan sastranya serta meresapi dengan sentuhan keindahannya, Sayyid pun menyebar pemikirannya yang unik mengenai ilustrasi artistic dalam Al-Qur’an (ath-tashwir al-fanni fil Qur’an). Selanjutnya Sayyid mengkaji Al-Qur’an dengan pendekatan pemikiran, lalu menemlurkan pemikirannya mengenai keadilan sosial dalam Islam.sesudah itu Sayyid beralih dari sastra, kritik, sajak, dan narasi menuju pemikiran islami dan amal islami, dakwah kepada reformasi, serta memerangi kerusakan dengan pijakan Islam. Akhirnya, dengan begitu berani dan tegas, beliau memerangi indikasi-indikasi kerusakan pilitik dan sosial serta melontarkan dakwaan-dakwaan terhadap kelompok-kelompok destruktif.
Akibat dari pemikirannya tentang dakwah kepada reformasi, Sayyid dikirim oleh para pembesar dan orang yang bertanggung jawab terhadap Negara Mesir ke Amerika untuk suatu tugas ilmiah, untuk belajar metode-metode pengajaran dan sarana secara lahiriah, dan sebenarnya untuk tujuan ganda, yaitu pertama, melepaskan diri dari Sayyid dan kedua, untuk merusak dan menyesatkan Sayyid. Akan tetapi dengan taufik Allah swt. Dan pemeliharaan-Nya, Sayyid terjaga dari nit tersebut, justru Sayyid semakin tinggi imannya dan semakin kuat dalam berpegang kepada agamanya.[8]
Sepulang dari Amerika, ia berubah menjadi seorang muslim yang aktif sekaligus mujahid, setrta bergabung ke dalam barisan gerakan Islam sebagai seorang “tentara” dalam Jamaah Ikhwanul Muslimin. Di tahun 1954 ia menjadi pemimpin redaksi Ikhwanul Muslimin. Akan ettapi baru dua bulan usianya, harian ii ditutup atas perintah Presiden Mesir, Kolonel Gamel Abdul Nasser karena mengecam perjanjian Mesir Inggris & Juli 1954. Sekitar Mei 1955, Sayyid Quthub termasuk salah seorang pemimpin Ikhwanul Muslimin yang ditahan setelah organisasi itu dilarang oleh presiden Naseer dengan tuduhan berkomplot untuk kemudian dijatuhkan hukuman lima tahun kerja berat. Ia dipenjara dibeberapa penjara di Mesir hingga pertengahan tahun 1964. Ia dibebaskan pada than iu atas permintaan presiden Irak, Abdul Salam Arif, yang mengadakan kunjungan muhibah ke Mesir. Sayyid Quthub kembali ditahan pada musim panas tahun 1965 dan diadili oleh pengadilan militer yang dimulai pada tanggal 12 April 1966. Sebagian besar dakwaan pengadilan berdasarkan pada tulisan-tulisan dan pengakuan orang lain. Ia bhakan diuduh berusaha menumbangkan pemerintahan Mesir dengan kekerasan. Quthub pada akhirnya dinyatakan bersalah dan dihukum gantung pada tanggal 29 Agustus 1966 atau 13 Jumadil Awal 1386 H[9]. Hukuman mati terhadap Sayyid Quthb ini merupakan tragedi yang menyakitkan, menguncang dunia Arab dan Islam, serta mengobarkan kemarahan ulama, da’i, dan masyarakat Islam. Dan pada saat yang sama, hal itu menyejukkan dada orang-orang Yahudi, Salibis, Ateis, Komunis, dan musuh-musuh Islam. Kaum Muslim mengecam keras tindakan keji tersebut, dan melakukan shalat ghaib diseluruh penjuru Timur dan Barat. Ulama dan da’i mengharapkan para penjahat yang terlibat dalam penggantungan Sayyid Quthb mendapatkan balasan siksa dari Allah.[10]
B. Sumber Penafsiran
Salah Abd al-Fattah al-Khalidi yang telah menlis banyak tentang Sayyid Quthub mengatakan, bahwa Sayyid Quthub dalam tafsirnya menggunakan sumber ke Islaman dengan berbagai cabang ilmu, seperti : Tafsir, Hadits, Surah, dan fiqih. Sayyid Quthub juga menggunakan berbagai sumber dari barat yang telah di terjemahkan dalam berbagai majalah, seperti ; fisika, ilmu falak, psikologi, dan sosiologi. Selain itu Sayyid Quthub juga mengutip pendapat dari guru-gurunya dalam berbagai urusan pengambilan kesimpulan, terutama yang berkaitan dengan akidah, dan gerakan. Yang menurut al-Khalidi sumber yang di sebutkan tadi hanyalah sumber skunder.[11]
Sayyid Qutuhb sangat bersemangat untuk tidak keluar (menyimpang) dari riwayat-riwayat yang shahih mengenai tafsir bil matsur. Diantara kitab-kitab klasik yang jadi sumber penafsiran Sayyid Quthub adalah sebagai berikut.
1.      Kitab-kitab hadits seperti : sahih Bukhari, sahih Muslim, sunan Abu Daud, sunan al-Turmudzi, sunan al-Nasai’i, sunan Ibn Majah, dan musnad Ahmad ibn Hanbal
2.      Selain kitab-kitab hadits, Sayyid Quthub juga menggunakan kitab-kitab tafsir seperti jami’ al-Bayan an ta’wil ayi al-Qur’an karya al-Thabari, dan kitab tafsir lainya.
3.      Sayyid Quthub juga mengutip kitab-kitab sirah, di antaranya ; al-Bidayah wa al-nihayah karya Ibn Katsir, dan Imta’ al-Asma karya al-maqrizi[12]
Beliau pun menimbang antara berbagai riwayat yang ada serta menyatukannya, menguatkan sebagiannya, serta mengemukakakn lebih dari satu riwayat dalam satu peristiwa. Beliau mengemukakan sejumlah riwayat mengenai asbabun nuzul, atau dalam menjelaskan tempat turunnya ayat, atau dalam menafsirkan satu kata dalam ayat.
Contohnya ketika menafisirkan surat An-Nisa/4: 34 :
وَلَّىتِي تَخَافُونَ نُشٌوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهجُرُوهُنَّ فِي المَضَاجِعِ وَاضرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Wanita-wanita yang kamu khawatirkn nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka, kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya, sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (-An-Nisa/4: 34)
Ia menafisrkan ayat ini dengan mengemukakan hadits :
لا يضرب احدكم امرأته كا لعير يجلده اول النهارثم يضاجعها اخره
Dismping sumber penafisran bil matsur, Sayyid Qutuhb juga mengambil sumber tafsir bi al-rayi, sebagaimana ia memberikan penafsiran tentang jihad, dalam QS At-Taubah/9: 44-45:
لَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ (44)
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.
إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ (45)
Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya.
Menurut Sayyid Quthubub, orang-orang yang tidak mau berperang itu sebenarnya mampu melakukannya, peralatannya ada dan persiapannya tersedi, “jika mereka mau berangkat, tentulah mereka mau menyiapkan persiapan-persiapan itu untuk diberangkatkan. Diantara mereka terdapat Abdullah bin Ubay bin Salul, ada al-Jadd bin Qais, padahal mereka adalah orang-orang kaya” dalam ayat ini Sayyid Quthub secara jelas menegaskan bahwa salah satu dari arti jihad adalah perang fisik.[13]
C. Referensi Mufassir
a. Kitab Tafsir
     1) Tafsir Al-Quran Al-‘Azim (Ibnu Katsir)
     2) Jami’ Al-Bayan an ta’wil Ayil Quran (At-Thabari
     3) Ahkan Al-Qur’an ( Al-Jasshash)
     4) Tafsir Al-Jami’ lil Ahkam Al-Qur’an (Al-Qurthubi)
     5) dll
b. Kitab Sirah
     1) As-Sirah An-Nabawiyah (Ibnu hisyam)
     2) Jamawi’ As-Sirah (Ibnu Hazm)
     3) Zad Al-Ma’ad (Ibnu Qayyim)
     4) dll
c. Kitab Hadits
     1) Shahih al-Bukhari
     2) Sunan Abu Daud
     3) Musnad Ahmad
     4) dll
d. Kitab Sejarah
     1) Al-Atsar Al-Baqiyah an Al-Qurun Al-Khaliyah ( Abu Ar-Raihan Al-Bairuini)
     2) Ad-Da’wah ilal Islam (Arnold, terjemahan ha==Haan Ibrahim Hasan)
     3) dll
e. Referensi Ilmiah
     1) Allah Yajajalla fi Ashr Al-Ilm (Dr. Daradasy Abdul Majid Sarhan)
     2) Al-Ilm Yad’u ila Al-Iman (Mahmud Shalih Al-Falaki)
     3) dll.
f. Referensi lainnya.[14]

D. Corak Penafsiran
Mencermati perkembangan pemikiran Sayid Quthub sebelum dan sesudah mengalami penangkapan oleh rezim pemerintah mesir, mengharuskan kita juga melihat adanya perkembangan corak dalam tafisrnya. Pada mulanya, sebelum penangkapan dirinya, Sayyid Quthub memiliki kecenderungan crak adabi ijtima’i, yaitu corak yang diperkenalkan oleh Muhammad Abduh, disaming ia juga telah mengarang bukunya berjudu At-Tashwir al-Fanni fi Al-Qur’an. Setelah Sayyid Qutuhb mendekam dipenjara, penghayatannya terhadap Al-Qur’an, Islam, kehidupan dan perjuangannya berkembang. Hal ini berimbas pada corak penafsirannya, tidak lagi hanya bernuasna adabi ijtima’i, tapi ia menambahkan corak lain terhada tafsirnya yaitu corak perjuangan (Haraki) dan corak pendidikan (Tarbawi).[15]
E. Metode Penulisan Tafsir
Meskipun metode penulisan tafsir itu beragam, namun melihat penulisan tafsir Fi Dzilalil Qur’an yang mengikuti alur susunan surah dan ayat yang termaktub dalam mushaf al-Qur’an, maka dari satu sisi bisa dikatakan bahwa Sayyid Qutuhb telah menggunakan metode analisa atau Tahlili. Disisi lain sebagaimana disebutkan diatas, Sayyid Quthub juga tidak menggunakan metode tahlili secara mutlak, karena ia juga menafsirkan ayat dengan ayat yang lain, baik sebagai penafsiran ayat yang ditafsirkannya maupun sebagai penguat pendapatnya, padahal cara ini adalah menjadi ciri dari metoe penulisan tematik. Namun kita juga tidak dapat menyebutnya dengan metode semi tematik, karena Sayyid Quthub tidak memberi judul atau tema dari ayat-ayat yang sedang ditafsirkan.[16]
F. Karakteristik Penafsiran
Sebagai sebuah interaksi beliau dengan nash Al-Qur’an secara langsung, perhatian beliau terhadap tujuan-tujuan mendasar Al-Qur’an, semangat beliau ntuk tetap membiarkan pembaca berada dalam nuansa nash serta tujuan amaliah dan tarbawiah beliau dari penulisan Zhilal, maka beliau akhirnya menghindari berbagai mitos dan israiliat, serta tidak memuat sedikit pun dari hal itu dalam tafsirnya. Padahal hampir tidak ada satu tafsir pun –diantara tafsir-tafsir terdahulu—yang selamat dari pemuatan israiliat ini, sekalipun memang berbeda-beda kadarnya. Dalam menafsirkan Al-Qur’an, Saayid memiliki kecenderungan menolak takwil. Tetapi penolakan tersebut hanya dilakukannya terhadap ayat-ayat tertentu yang memang dipandangnya tidak perlu ditakwilkan lebih jauh, khusunya ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah-kisah.[17]
Ketika menafsirkan firman Allah swt QS Al-A’raf/7: 145)
وَكَتَبْنَا لَهُ فِي الْأَلْوَاحِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْعِظَةً وَتَفْصِيلًا لِكُلِّ شَيْءٍ فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ وَأْمُرْ قَوْمَكَ يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا ۚ سَأُرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ (145)
Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik.
Maka beliau tidak ingin menjelaskan secara terperinci tentang luh-luh ini. Sebab penjelasan ini tidak berdasarkan nash yang shahih. Kebanyakan dari apa yang dikatakan tentang hal ini diambil dari israiliat. Pemahaman mengenai nash dan hakikatnya tidaklah tergantung kepad penjelasan ini.[18]
G. Sistematika Penafsiran
Penafsiran sayyid Quthub dilakukan dari awal surah Al-Fatihah sampai dengan surah al-Nas sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushaf.
Setiap juz di awali dengan halaman judul, halaman keterangan isi juz yang bersangkutan, dan di tutup dengan keterangan bahwa juz yang bersangkutan telah selesai dan di lanjutkan dengan juz berikutnya. Jika ayat yang di tafsirkan pada awal juz tersebut merupakan awal surah, maka Sayyid Quthub memulainya dengan basmalah, begitu pula dengan awal setiap surah kecuali surah al-Tawbah.
            Awal juz yang di tafsirkan Sayyid Quthub tidak selalu sama dengan awal juz yang terdapat dalam mushaf. Dengan pertimbangan bahwa keterkaitan yang padu satu surah al-Qur’an maka awal surah tertentu yang terdapat pada akhir juz dimuat pada berikutnya,dan untukitu di berikan catatan kaki.
Untuk surah yang pendek, seperti surah al-Fatihah dan surah lainnya, Sayyid Quthub menafsirkan dalam satu bagian. Akan tetapi untuk surah yang panjang di bagi dalam beberapa bagian. Sebagai contoh, bagian pertama surah al-Baqarah terdiri atas ayat satu sampai dua puluh sembilan, bagian kedua ayat 30 sampai 39, bagian ketiga ayat 4o sampai ayat 74,dan begitulah seterusnya.
            Mengawali setiap surah Sayyid Quthub menyebutkan nama surah, jumlah ayat, serta makkiyah atau madaniyahnya. Kemudian dia mengemukakan pengantar surah yang berkaitan dengan surah tersebut. Dia mengemukakan sejumlah riwayat yang berkaitan dengan ayat itu.[19]
a) memberikan prolog terhadap setiap surat dengan suatu pendahuluan yang menjelaskan tema surat dan jawaban persoalan-persoalannya serta tujuan penting dari surat-surat tersebut
b) menjabarkan kata per kata
c) menafsirkan ayat dengan mengetengahkan hadits dan atsar-atsar yang shahih
d) mengemukakan reaksi pribadinya dan spontannya terhadap ayat-ayat Al-Qur’an
e) selalu merujuk pada penulis-penulis Islam lain yang merupakan pokok pada abad dua puluhan
f) selalu memasukan persoalan-persoalan lain pada penafsiran dengan maksud membangkitkan (nilai-nilai dan ruh) Islam dalam kehidupan.[20]
H. Keistimewaan Tafsir Fi Zhilali Al-Qur’an
a)      Kaedah penafsiran Naqliyah (berasaskan Al-Qur’an dan Hadits)
Tafsir Fi Zhilaali Al-Qur’an ditulis bersandarkan kepada kajian-kajian mendalam yang ditimba secara langsung dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta riwayat-riwayat ma’thurat yang lain. Asy-Syahid Sayyid Qutb menggunakan satu kaedah penafsiran yang membersihkan penafsiran Al-Qur’an dari pembicaraan-pembicaraan sampingan dan selingan seperti pembahasan-pembahasan bahasa dan tata bahasa, ilmu kalam dan ilmu fiqih serta cerita-cerita dongeng Israiliyat yang biasa dalam kebanyakan tafsir lain. Beliau menolak sama sekali pendekatan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran yang menyentuh kejadian alam dengan hasil kajian sains dan Fisik karena tidak dapat bertahan lama dan sering dilupakan oleh penemuan-penemuan baru yang silih berganti. Sayyid Qutb juga menolak kaedah yang menakwilkan ungkapan-ungkapan Al-Quran yang tidak jelas pengertiannya. Dimensi kaedah penafsiran naqliyah ini telah mendorong para ilmuan Islam menganggap Sayyid Qutb sebagai guru tersendiri di dalam bidang tafsir yang menjadi kunci tentang cara yang sebaik-baiknya untuk memahami isi kandungan kitab suci yang mulia itu.
b)      Berpadu dan Selaras
Tafsir Fi Zhilaali Al-Quran telah disusun dalam bentuk yang berpadu, selaras dan saling berkait antara satu ayat dengan ayat lain dalam setiap surah, menjadikan setiap tafsiran itu satu unit yang tersusun dan jelas bagi penegak konsep tauhid uluhiyah dan rububiyah Allah Swt tidak seperti tafsir-tafsir lain yang menjurus ke arah pemisahan rangkaian ayatnya sehingga mengurangkan kesepaduan, keindahan dan kejelasan Al-Quran itu sendiri. Tafsir ini juga merupakan satu-satunya tafsir yang menjadikan Al-Quran berbicara dengan seluruh manusia, dengan roh dan jiwanya, akal dan mindnya, fitrah dan hati nuraninya serta perasaan dan sentimennya. Ia membuatkan pembicaraan-pembicaraan Al-Quran begitu jelas maksudnya, banyak sarana dan inspirasinya, luas dan mendalam, membuat akal manusia begitu tertarik dan terpesona serta perasaan dan sentimennya begitu segar dan peka.
c)      Analisis Budaya dan Pemikiran yang Mendalam
Tafsir Fi Zhilaali Al-Quran mengupas bentuk kehidupan berlatar belakang budaya jahiliyah yang mempengaruhi kehidupan manusia sepanjang zaman serta menjauhkan tipu daya segenap musuh Islam yang begitu licik dan bertopengkan kajian ilmiyah yang palsu untuk memusnahkan Islam yang suci dan menarik para cendekiawan muslim ke dalam perangkap penyelewengan dari landasan agama yang sebenarnya. Sayyid Qutb dalam tafsirnya juga senantiasa menekankan fenomena terhadap ajaran-ajaran Allah Swt yang tidak terbatas kepada masa-masa tertentu. Tafsir ini menjauhkan berbagai bentuk faham ciptaan akal manusia yang menjurus kepada perbuatan syirik yang mempertuhankan sesama manusia, aliran yang mempertuhankan akal, sains dan teknologi serta aliran hedonisme yang merendahkan martabat insan ke maqam hayawan.
d)      Ulasan yang Indah, Jelas, Menggugah dan Tegas
Gugahan bahasa Sayyid Qutb dalam tafsir Fi Zhilaali Al-Quran amat indah dan mengasyikkan. Sarana-sarananya tegas dan lantang serta menggugah jiwa mukmin yang senantiasa dahaga akan hidayah Allah Swt. Persembahan Tafsir Fi Zhilaali Al-Quran ini menggambarkan kehidupan Sayyid Qutb sebagai seorang pendakwah yang amat mencintai penciptanya, sabar, gigih, ridha, tenang, tenteram, penuh tawakkal kepada Allah Swt dan tidak mengenal arti menyerah atau berputus asa dari rahmat Allah Swt. Tafsir Fi Zhilaali Al-Quran yang bermakna "Di Bawah Bayangan Al-Quran" adalah sebuah judul yang tepat dengan fungsi dan sifat Al-Quran yang digambarkan sebagai pohon rahmat dan hidayah yang tegap dan rimbun, dengan dahan serta ranting-ranting yang subur dan rindang, menyediakan bayangan teduh, suasana tenang, mencetuskan berbagai ilham, inspirasi, kefahaman yang halus, dan mendalam kepada setiap pendengar dan pembacanya yang benar-benar serius dan membuka pintu hati dan bersungguh-sungguh. Seperti kata Sayyid Qutb, "Dalam detik-detik Di Bawah Bayangan Al-Quran saya mendapat berbagai lintasan fikiran, pandangan di sekitar aqidah, di sekitar jiwa dan hayat manusia". Pengalaman dan perjalanan kehidupan beliau ini merupakan faktor-faktor penting yang melahirkan Tafsir Fi Zhilaali Al-Quran dalam bentuk ulasan yang unik dari tafsir-tafsir yang lain.[21]
Sayyid Quthub selain di kenal sebagai seorang pemikr dia juga di kenal sebagai seorang sastrawan[22]

I. Koreksi Terhadap Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an
Sebagaimana manusia yang pasti punya kesalahan, Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an pun banyak mendapat kritikan, salah satunya dari seorang ulama bernama Syaikh Abdullah bin Muhammad Ad Duwais. Beliau mengkoreksi kesalahan penafsiran Sayyid Quthub dalam kitabnya yang berjudul Al Mauriduzh Zhallal Fittanbih ‘Ala Akhtahaa-izh Zhilal, dikatakan :
”di dalam juz 1 halaman 480, ia (Sayyid Quthub) berkata mengenai firman Allah :
ولا تهنوا ولا تحزنوا و أنتم الأعلون إن كنتم مؤمنين
dan janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) (Q.S Ali Imran; 139)
Yaitu manhaj kalian lebih tinggi, karena kalian berjalan sesuai dengan manhaj buatan Allah. Sedangkan mereka berjalan di atas manhaj yang dibuat oleh makhluk Allah.”
Saya (Syaikh Abdullah) katakan : perkataannya, “...berjalan sesuai dengan manhaj yang merupakan buatan Allah.” Adalah sejenis dengan perkataan ahli bid’ah tentang Al-Qur’an. Sedangkan Ahlu Sunnah mengatakan bahwa Al-Qur’an itu adalah Kalamullah yang diturukan-Nya, bukan makhluk.[23]



















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kitab Tafsir fi Dzilal al-Qur’an ditulis oleh Sayyid Quthub dengan corak pergerakan dan pendidikan, hal ini dipengaruhi oleh pemikiran Sayyid Quthub yang banyak bergerak dibidang aktivis, dakwah, dan sosial. Hal ini merubah pemikiran Sayyid Quthub dari corak adabi ijtima’i menjadi corak haraki dan tarbawi.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.

Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah.








Daftar Pustaka

Azizi, Jauhar & Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi. 2012.  Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern. Ciputat: Litbang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Al-Khalidi, Shalah Abdul Fattah Al-Khalidi. 2001.  Pengantar Memahami Tafsir fi Zhilalil Quran Sayyid Quthb. Solo: Era Intermedia
Bunyamin, Abun. 2012. Dinamika Tafsir Ijtima’i Sayyid Quthub. Purwakarta: Taqaddum

Aliyah, S. 2016. Jurnal Ilmu Agama. jurnal.radenfatah.ac.id

Rafiq Aunur. 2005. Muqaddimah Tafsir fi Zilalil Qur’an. Jakarta: terjemahan oleh Robbani Press

Barmawi, Ahmad. 2006. 118 Tokoh Muslim Genius Dunia. Jakarta: Restu Agung

F.N, Ridjaluddin. 2011. Teologi Sayyid Quthub. Jakarta: Pusat Kajian Islam FAI UHAMKA

Ad Duwasi, Syaikh Abdullah bin Muhammad. 2003. Koreksi Tafsir fi Zhilalil Qur’an. Jakarta: Darul Qolam



[1] Abun Bunyamin, dinamika tafsir ijtimai sayyid Quthub, (Purwakarta: Taqaddum, 2012) Hlm 1
[2] Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, (Ciputat:      Litbang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012) hlm. 131
[3] Shalah Abdul Fattah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir fi Zhilalil Quran Sayyid Quthb,    (Solo: Era Intermedia, 2001) hlm. 26-27
[4] Ahmad Barmawi. 118 Tokoh Muslim Genius Dunia, (Jakarta: Restu Agung, 2006) hlm. 42
[5] Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, (Ciputat: Litbang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012) hlm. 132
[6] Abun Bunyamin, dinamika tafsir ijtimai sayyid Quthub, (Purwakarta: Taqaddum, 2012) Hlm 1
[7] Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, (Ciputat: Litbang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012) hlm. 132
[8] Shalah Abdul Fattah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir fi Zhilalil Quran Sayyid Quthb, (Solo: Era Intermedia, 2001) hlm. 30
[9] Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, (Ciputat: Litbang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012) hlm. 133
[10] Ahmad Barmawi. 118 Tokoh Muslim Genius Dunia, (Jakarta: Restu Agung, 2006) hlm. 47
[11] Abun Bunyamin, Dinamika Tafsir Ijtima’i Sayyid Quthub, (Purwakarta: Taqaddum, 2012) hlm 35.
[12] Abun Bunyamin, Dinamika Tafsir Ijtima’i Sayyid Quthub, (Purwakarta: Taqaddum, 2012) hlm 36


[13] Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, (Ciputat: Litbang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012) hlm. 137-138
[14] Shalah Abdul Fattah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir fi Zhilalil Quran Sayyid Quthb, (Solo: Era Intermedia, 2001) hlm. 30
[15] Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, (Ciputat: Litbang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012) hlm. 139
[16] Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, (Ciputat: Litbang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012) hlm. 138
[17] Ridjaluddin F.N, Teologi Sayyid Quthub, (Jakarta: Pusat Kajian Islam FAI UHAMKA, 2011) hlm. 39
[18] Shalah Abdul Fattah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir fi Zhilalil Quran Sayyid Quthb, (Solo: Era Intermedia, 2001) hlm. 314
[19] Abun Bunyamin, Dinamika Tafsir Ijtima’i Sayyid Quthub, (Purwakarta: Taqaddum, 2012) hlm 33
[20] Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, (Ciputat: Litbang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012) hlm. 138
[21] S. Aliyah, Jurnal Ilmu Agama, 2016, jurnal.radenfatah.ac.id hlm.46-48
[22] Muqaddimah Tafsir fi zilalil Qur’an, 2005, terjemahan oleh Aunur rafiq, Robbani pres, Jakarta
[23] Syaikh Abdullah bin Muhammad Ad Duwais, Koreksi Tafsir fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta: Darul Qolam, 2003) hlm. 59-60. Terjemahan kitab Al Mauriduzh Zhallal Fittanbihi ‘Ala Akhtaa-izh Zhilal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dzahir dan Ta'wil dalam studi ilmu ushul fiqih.

Tafsir Maudhu'i dalam perkembangan ilmu tafsir

Makalah metode tafsir Ijmali dalam studi Ilmu Tafsir