peradaban Islam di Nusantara





KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Ciputat , Mei  2017
Penyusun




























DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN..............................................................................................................4
A.    Latar belakang................................................................................................................4
B.     Rumusan masalah...........................................................................................................4
C.     Tujuan ............................................................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN..............................................................................................................5
A.    Proses masuknya Islam di Indonesia..............................................................................5
B.       Tumbuhnya kerajaan Islam  di Indonesia.....................................................................8
C.     Peradaban Islam di kota banjar....................................................................................14
BAB III : PENUTUP....................................................................................................................16
A. Kesimpulan........................................................................................................................16
B. Saran...................................................................................................................................16
Daftar pustaka ..............................................................................................................................17


























BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
      Islam di Indonesia jelas tak luput dari dinamika sejarah. Munculnya Islam di Indonesia pun diwarnai oleh beberapa konteks dan ragam peristiwa sejarah. Kemudian, lahirlah organisasi-organisasi Islam yang turut memberi andil besar dalam perkembangan Islam selanjutnya di Tanah Air. Untuk itu pada makalah ini akan membahas perkembangan Islam di Indonesia agar kita mampu meneladani perjuangan para tokoh-tokoh organisasi Islam demi tegaknya Islam di Indonesia.
B.     Rumusan Masalah
      Dalam makalah ini akan dibahas beberapa permasalahan, seperti :
1.      Bagaimana proses masuknya Islam di Indonesia?
2.      Bagaimana tumbuhnya kerajaan Islam di Indonesia?
3.      Bagaimana peradaban Islam di Kerjaan Banjar?
C.    Tujuan Penulisan
      Penulisan makalah ini bertujuan untuk membantu kita untuk memahami perkembangan dan pertumbuhan Islam di Indonesia serta meneladani perjuangan para tokoh-tokoh Islam yang berjuang menegakkan Islam di Indonesia.
































BAB II
PEMBAHASAN

A.    Proses Masuknya Islam di Indonesia
      Islam dan Indonesia merupakan dua hal yang tidak bisa dipisah. Mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam. Sehingga perilaku mereka sehari-hari identik dengan semangat ajaran Islam. Tidak hanya pada level hukum yang sifatnya formalistik, pada ranah budaya pun ajaran Islam cukup mengakar.
      Ada tiga teori tentang asal masuknya Islam ke Indonesia, yaitu :
         Teori Gujarat, dalam teori ini dijelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia di bawa oleh para penjelajah yang berasal dari Gujarat, Begai, dan Malabar. Daerah-daerah ini merupakan bagian dari kawasan India. Para penjelajar tersebut dating ke Nusantara dengan membawa dua isi sekaligus, yaitu berniaga dan menyebarkan agama Islam. Secara kultural, teori ini diperkuat dengan adanya pertautan antara budaya syi’ah di Malabar dengan kebiasaan orang Islam Indonesia.
         Teori Persia, teori ini menjelaskan bahwa Islam yang datang ke Indonesia berasal dari Persia. Hal ini dibuktikan dengan adanya kesamaan corak Islam di Indonesia dan Islam di Persia. Kesaamaan tersebut terletak pada unsur mistik dan sufistiknya.
         Teori Arab, teori ini disebutkan bahwa Islam yang hadir di Indonesia berasal dari tanah Arab. Jadi, Islam hadir ke Indonesia era pemerintahan Khulafaur Rasyidin.
1.      Hubungan Pedagang Nusantara dan Pedagang dari India, Persia, dan Arab
Nusantara bearati Negara kepulauan atas wilayah yang terdiri dari pulau-pulau. Nusantara adalah sebutan untuk Indonesia baik di zaman sebelum atau sesudah kemerdekaan. Karena terdiri dari pulau-pulau, dari dulu wilayah ini terkenal sebagai wilayah yang memiliki banyak pelabuhan. Pendudukya terkenal di dunia maritime sebagai pelaut-pelaut ulung. Penakluk ombak dan penjelajah lautan.
Pada abad ke-7, pantai pesisir Sumatera telah menjadi kawasan lintas perdagangan bagi pedagang-pedagang Muslim dari India, Persia, dan Arab menuju Tiongkok yang terus berlanjut sampai beberapa abad kemudian. Berarti sejak beberapa abad lalu sudah terjadi interaksi antara para pedagang di Nusantara yag berada di wilayah ini dengan para pedagang yang berasal dari India, Persia, dan Arab. Bahkan ada yang menuturkan sejak abad ke-5 M Samudra Hindia telah menjadi kawasan berbahasa Arab.
Negara-negara Islam di Timur Tengah memiliki hubungan baik dengan negara-negara di Asia Tenggara, termasuk dengan Nusantara. Walaupun masih diperdebatkan kebenarannya, di kabarkan bahwa Kerajaan Sriwijaya Palembang menjalin hubungan baik dengan Mu-awiyah bi Abi Sufyan, Khalifah Bani Umayyah pertama (661-680  M) dan Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) Khalifah ke-8. Jalinan hubungan tidak semata dalam bidang perdagangan, tapi juga dalam bidang politk dan diplomat.
Pesisir Nusantara dengan pelabuhan-pelabuhannya, selain menjadi wilayah lintas perdagangan antara Tiongkok dan Arab, menjadi ramai dengan kegiatan perdagangan disebabkan juga karena hasilalamnya yang melimpah berupa rempah-rempah dan yang lainnya hingga dijuluki “Harta Karun Asia”. Nusantara dijuluki “Kepulauan Surga” karena keindahan alamnya. Letaknya strategis antara Benua Asia dan Australia, serta antara Samudera Hidia dan Samudera Pasifik. Sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduk wilayah lain untuk memburu hasil alamnya dalam kegiatan perdagangan atau hanya sekedar singgah dipelabihan-pelabuhan pesisir Nusantara yang mereka lewati.
Pelabuhan-pelabuhan yang dimaksud adalah yang terletak di Selat Malaka, Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa, Barus dan Palembang di Sumatera. Khususnya Selat Malaka sekitar abad ke-7 M, sudah menjadi pusat utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran . Dari Malaka hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara dibawa ke Cina dan India, terutama Gujarat. Dari Gujarat, pelayaran kapal-kapal dagang bisa langsung menuju laut Arab yang menghubungkan pelayaran ke Teluk Persia atau ke Mesir melalui jalan lain. Melalui jalur pelayaran tersebut, kapal-kapal dagang Arab, Persia, dan Gujarat (India) melintasi ke Timur menuju Cina dan ke Barat menuju Arab melintasi Malaka.
Terjadinya hubungan pelayaran dan perdagangan antara negeri-negeri di timur Asia dan yang ada di sebelah barat Asia dengan negeri-negeri di Asia Tenggara khususnya Busantara (Indonesia) menandakan adanya jalinan hubungan ntara tiga kerajaan besar saat itu. Di Asia sebelah barat ada Daulah Bani Umayyah, di sebelah timur (Cina) ada Dinasti Thang, dan di AsiaTenggara ada Kerajaan Sriwijaya.
Namun demikian, hubungan antara para pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat (India) yang sudah pasti beragama Islam, dengan para pedagang di Nusantara hanya terbatas dalam hubungan dagang semata. Tidak ada data psati yang menyatakan penduduk pribumi Nusantara yang di singgahi para pedagang dari barat Asia tersebut memeluk agama Islam. Para koloni dagang Muslim dari Persia, Arab, Gujarat (India) saat itu dating dan pergi hanya untuk kepentingan niaga atau tinggal beberapa waktu menunggu musim yang cocok untuk pelayaran. Namun demikian, para ahli sejarah banyak yang sepakat bahwa agama Islam masuk ke Nusantara melalui para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat.
Pada awal abad ke-15 M, pelabuhan Malaka, Johor, dan Samudra Pasai jatuh ke tangan Portugis. Para pedagang Muslim dan para pedagang lainnya yang tidak suka berdagang dengan Portugis, memindahkan jalur perdagangannya menuju pelabuhan banda Aceh yang berada di bawah kekuasaan kesultanan Aceh (Aceh Darussalam). Pemindahan jalur dan pusat perdagangan ini membawa pengaruh terhadap perkembangan dan penyebaran agama Islam di Aceh. Sultan Aceh saat itu, Sultan Iskandar Sani, banyak mendatangkan ulama-ulama dari Gujarat dan Persia untuk menyebarkan dan mengajarkan Islam kepada penduduknya.
2.      Bukti-bukti Nyata Awal Penyebaran Islam di Indonesia
Tidak bisa dipastikan sejak kapan penduduk Nusantara memeluk agama Islam. Agama yang di bawa para pedagang dari Arab dan Gujarat. Interaksi yang terbentuk antara para pedagang dengan penduduk pribumi Nusantara hanyalah kegiatan perdagangan sejak abad ke-7 M. Bahkan ada yang menuturkan lebih jauh sebelum itu sejak abad ke-5 M.
Bukti sejarah adanya penduduk Nusantara yang memeluk agama Islam baru dapat dipastikan dengan adanya temuan-temuan para ahli sejarah dan arkeolog. Bukti-bukti sejarah tersebut menunjukkan dengan pasti bahwa Islam mulai tersebar di Indonesia sejak permulaan abad ke-11. Bukti-bukti tersebut di antaranya adalah :
a)      Batu nisan dengan nama Fatimah binti Maimun (w. 475 H/1082 M) di Leran, Gresik.
b)      Makam sultan Malik As-Saleh, raja pertama Kerajaan Samudera Pasai (1270-1297 M).
c)      Makam seorang Muslimah, Tuhar Amisuri (602 H) di Barus, pantai barat Pulau Sumatera.
Para ahli sejarah menyebutkan temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa penyebaran agama Islam di Nusantara ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam Nusantara sejak abad ke-13 M. Diawali dengan berdirinya kerajaan Islam Nusantara pertama yaitu kerajaan Samudera Pasai di Aceh Utara dengan raja pertamanya Sultan Malik As-Saleh. Selanjutnya berdiri kerajaan-kerajaan islam lainnya, di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan lain-lain.
Hampir semua sultan (raja) yang memimpin kerajaan Islam di Nusantara memiliki andil besar dalam penyebaran agama dan ajara Islam. Baik dengan menggunakan pengaruhnya sebagai penguasa atau dengan mengundang para ahli agama Islam dari daerah lain untuk berdakwah dan mengajar, bahkan ada juga penyebaran Islam ke daerah tertentu dari hasil penaklukan negeri tersebut.
3.      Tersebarnya Islam di Indonesia Melalui Perdagangan, Sosial, dan Pengajaran
Hubungan dagang antara penduduk Nusantara, terutama yang bertempat tinggal di daerah pesisir dan pelabuhan, dengan para pedagang dari Persia, Gujarat, dan Arab berlangsung sejak abad ke-7 M hingga beberapa abad selanjutnya. Antara mereka terjalin hubungan dagang yang baik, yaitu saling member keuntungan. Maka bagi para penguasa Nusantara saat itu, khususnya Sriwijaya yang memiliki daerah kekuasaan yang sangat luas, kegiatan perdagangan antarnegara yang telah ada memberikan pemasukan besar bagi kekayaan negara.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa proses islamisasi di Nusantara tidak diketahui dengan pasti kapan dimulai. Yang pasti para pedagang muslim dari Asia Barat itulah yang membawa agama islam masuk ke Nusantara (Indonesia).selain ahli dalam berdagang dan dunia maritime, mereka pun muslim-muslim yang taat dalam menjalankan syariat agamanya. Tidak sedikit diantara mereka merupakan ahli agama. Aturan-aturan dalam islam yang sudah pasti membawa kemaslahatan, mereka terapkan dalam perdagangan mereka dan dalam perilaku kehidupab sehari-hari. Selain itu, mereka pun menjelaskan inti-inti ajaran dalam islam yang mulia kepada penduduk  pribumi. Ada hal yang sangat menarik perhatian penduduk pribumi (Nusantara) dari ajaran Islam. Dalam agama mereka, Hindu dan Budha ada strata sosial yang membedakan tingkat derajat sosial manusia yang disebut “kasta”. Sedangkan dalam agama Islam seluruh mausia memiliki derajat yang sama, yang paling tinggi derajatnya adalah orang yang paling tinggi ketakwaannya kepada Allah SWT.
Kenyataan itulah yang banyak menarik perhatian para penduduk pribumi. Secara bertahap mereka meninggalkan agama lamanya dan beralih memeluk agama Islam. Mereka memiliki keyakinan bahwa Islam dengan pokok-pokok ajarannya sangat cocok dengan fitrah dan tuntutan hidup manusia. Intinya, msuknya agama Islam ke Indonesia dan proses penyebarannya benar-benar dilakukan dengan cara damai.bukan dengan cara kekerasan dan pemaksaan atau bukan dari akibat penaklukan kerajaan-kerajaan Islam terhadap wilayah Indonesia yang belum Islam. Sejarah proses masuknya Islam ke Idonesia secara damai dapat dipelajari dari tiga kegiatan. Melalui kegiatan perdagangan, sosial, dan pengajaran.
1)      Masuknya Islam ke Indonesia melalui kegiatan perdagangan
      Perdagangan dan pelayaran merupakan sumber penghasilan utama masyarakat dan kerajaaan di pesisir Sumatera. Demikian juga dengan masyarakat di sekitar pesisir Jawa, baik di Sunda Kelapa (Jakarta) dan Gresik. Interaksi mereka dengan para pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat lambat laun tidak hanya melibatkan kegiatan perdagangan. Tetapi juga agama dan keyakinan yang mereka anut.
      Para pedagang asing yang beragama Islam itu seringkali mengahbiskan hari-hari mereka untuk tinggal di sekitar pesisir yang mereka singgahi. Mereka terkadang tinggal untuk beberapa bulan, menunggu musim dan keadaan angin cocok untuk kembali ke daerah asalnya.
      Selama itulah diduga interaksi yang lebih dekat antara penduduk pribumi dengan para pedagang asing Muslim terjalin. Saat-saat tersebut di gunakan oleh para pedagang muslim untuk berdakwah dan berdiskusi masalah agama. Penduduk pribumi banyak yang tertarik dengan agama yang dianut para saudagar muslim tersebut. Mudah dimengerti, masuk akal, dan tidakmengenal kasta sepertidalam agama Hindu.dalam ajaran Islam semua manusia dianggap sama dihadapan Allah SWT, yang paling mulia adalah yang paling bertakwa. Selain itu, cara-cara berdagang yang jujur dan saling menguntungkan seperti yang dilakukan para pedagang asing dari  Arab, Persia, dan Gujarat, menjadi daya tarik bagi para penduduk pesisir untuk memeluk agama Islam.
      Penyebaran agama Islam dari Jawa ke Maluku juga terjadi karena adanya kegiatan perdagangan Maluku yang menjadi penghasil cengkeh dan lada banyak diburu oleh para pedagang muslim dari Jawa. Raja Maluku, Zainal Abidin yang berkuasa di akhir abad XV M memutuskan untuk belajar Islam di Giri, Jawa Timur. Ia mendirikan kerajaan Islam Maluku dan menyebarkan agama Islam kepada penduduknya.
2)      Masuknya Islam ke Indonesia melalui kegiatan social
      Kegiatan social yang memberikan andil besar dalam penyebaran ajaran Is;am diantaranya adalah jalur perkawinan. Banyak sekali saudagar muslim Arab yang menikah dengan perempuan golongan bangsawan. Sebelum dinikahi, mereka diislamkan terlebih dahulu, stelah perkawinan mereka, banyak keturunannya yang beragama islam. Demikian juga yang terjadi di Jawa, Prabu Brawijaya yang beragama Hindu menikahi Putri Campa seorang muslimah. Dari perkawinan mereka lahirlah Raden Fatah, Raja Demak pertama yang berjasa besar dalam penyebaran Islam ditanah Jawa. Sunan Ampel menikahi Nyai Manila dan Sunan Gunung Jati menikahi Putri Kawunganten, dan lain-lain.
      Selain jalur perkawinan, kerjasama antara kerajaan Islam dan kerajaan yang belum Islam berpengaruh juga terhadap penyebaran agama Islam. Kerjasama antara kerajaan Sriwijaya di Indonesia dengan Khalifah Bani Umayyah di Damaskus ikut andil memperkenalkan Islam di Indonesia. Demikian juga bantuan-bantuan yang diberikan oleh kerajaan-kerajaan Islam kepada kerajaan-kerajaan non-Islam, banyak berpengaruh secara politik terhadap penyebaran Islam.
3)      Masuknya Islam ke Indonesia melalui kegiatan pengajaran
      Setelah terjadi jalinan hubungan yang erat antara para pedagang muslim dari Arab, Persia, dan Gujarat dengan para penduduk Indonesia yang bertempat tinggal di daerah pesisir dan banyak penduduk pribumi yang masuk islam, para pedagang tersebut mendatangkan para ahli agama dari negaranya masing-masing untuk mengajarkan agama Islam. Melalui kegiatan pengajaran tersebut, islam engan mudah dapat dimengerti dan tersebar dengan lebih cepat.
      Setelah berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera dan Jawa, kegiatan pengajaran Islam lebih di kembangkan lagi. Hampir setiap Sultan yang berkuasa memiliki perhatian yang tinggi terhadap pengembangan agama dan ajaran Islam.
      Di Sumatera, pada masa Kerajaan Samudera Pasai dan Kesultanan Aceh banyak sekali ulama yang ditugaskan oleh para sultan untuk berdakwah dan mengajar penduduk. Misalnya, Syekh Nuruddin Ar-Raniri, Abdur Rauf Sinkel, dan Syekh Muhammad Kamaluddin binKadi Khatib Tursani. Di Jawa, terutama di lakukan oleh Wali Songo (Wali Sembilan). Merekalah yang memiliki peranan besar mengislamkan pulau Jawa. Lewat pengajaran yang mereka lakukan, muncullah para tokoh dan ahli agama yang mampu mengajarkan Islam kepada penduduk Indonesia lainnya. Di Sulawesi, ada Datori Bandang dan Dato’ Sulaiman.
      Pengajaran agama Islam pada awal munculnya di Indonesia, umumnya dilakukan di masji-masjid, surau-surau, dan aula-aula kerajaan. Ada pula pengajaran yang dilakukan secara khusus, yaitu pengajaran yang diberikan kepada mereka yang akan bertugas menyebarkan Islam ke daerah-daerah lain.
      Pengajaran Islam yang dilakukan oleh para Wali Songo di Jawa memperoleh sambutan yang sangat positif dari penduduk setempat. Para Wali Songo sangat memahami keadaan penduduk Jawa yang beragama Hindu di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, mereka sangat bijak dalam berdakwah. Dengan tidak menghilangkan budaya-budaya local yang memang sudah terbentuk, para wali menyisipkan ajaran-ajaran Islam. Sehingga ajaran Islam mudah dimengerti dan diterima.
B.     Tumbuhnya Kerajaan Islam di Indonesia
            1.      Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera
1)      Samudera Pasai
      Samudera Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Raja pertama dan pendiri kerajaan tersebut adalah Sultan Malik As-Saleh. Kerajaan ini terletak di pesisir laut Aceh yang sekarang disebut Kabupaten Lhokseumawe, Aceh Utara.
      Samudera Pasai didirikan sekitar awal abad ke-13 M, sebagai hasil islamisasi dari penduduk daerah pesisir pantai yang pernah disinggahi para pedagangmuslim sejak abad ke-7 M. Sejarah munculnya  kerajaan Islam pertama di Indonesia Samudera Pasai dapat dilihat dari temuan para ahli sejarah, yaitu makam Sultan Malik As-Saleh. Pada nisan makam tersebut bertuliskan, Sultan Malik As-Saleh adalah raja [ertama Kerajaan samudera Pasai yang meninggal bulan Ramadan tahun 696 H/1297 M. dengan penemuan ini, dapat dipastikan bahwa Kerajaan Islam Pasai telah berdiri pada abad ke-13 M.
      Bukti adanya kerajaan Islam Pasai juga diperoleh dari hasil temuan para sejarawan dan arkeolog tentang koin-koin dirham yag digunakankerajaan tersebut dalam kegiatan ekonomi mereka. Koin-koin tersebut bertuliskan nama raja-raja/sultan yang pernah memerintah kerajaan tersebut beserta tahun pemerintahannya. Dari koin-koin tersebut disimpulkan bahwa raja pertama kerajaan tersebut bernama Sultan Malik As-Saleh, yang memerintah sampai tahun 1297 M. Kemudian berturut-turut silih berganti sampai raja yang terakhir adalah Sultan Zainal Abidin, raja ke-12 yang memerintah 1513-1524 M. Sumber lain sejarah kerajaan Samudera Pasai dapat di peroleh dari Hikayat raja-raja Pasai, hikayat Melayu, cerita-cerita Cina, dan juga para orientalis.
      Kerajaaan Samudera Pasai mempunyai peranan besar dalam penyebaran agama Islam di Aceh dan daerah-daerah pesisir sekitarnya. Ibnu Batutah, seorang sejarawan muslim asal Maroko, yang suka mengembara, pernah berkunjung ke Samudera Pasai pada pertengahan abad 14. Ia menuturkan bahwa Samudera Pasai saat itu dipimpin oleh Sultan Malik Zahir yang saleh, rendah hati, dan memiliki semangat keagamaan yang tinggi. Samudera Pasai kala itu menjadi pusat studi ilmu-ilmu keislaman dan juga tempat berkumpulnya para ulama di beberapa Negara Islam untuk berdiskusi masalah-masalah keislaman dan keduniawian.
      Pada tahun 1521 M, Kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan oleh Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M dan seterusnya kerajaan tersebut berada di bawah control kesultanan Aceh Darussalam.
2)      Aceh Darussalam (Kesultanan Aceh)
      Kesultaan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah, sultan pertama kerajaan tersebut. Ia mendirikan kerajaan ini sebagai pengganti kerajaan-kerajaan  Islam sebelumnya seperti Samudera Pasai dan Malaka yang jatuh di tangan Portugis tahun 1511 M.
 Sultan Ali Mughayat Syah memerintah dari tahun 1514-1530 M. Kesultanan Aceh Darussalam berlangsung sampai tahun 1903 M dan dipimpin oleh 36 orang Sultan. Pada masa Sultan Mughayat Syah, kerajaaan islam Samudera Pasai dapat ditaklukkan tahun 1524 dan berada dibawah control kesultanan Aceh.
      Setelah Johor dan Malaka jatuh ke tangan Portugis, pelabuhan Banda Aceh mulai banyak di kunjungi oleh para pedagang Muslim. Selain itu, banyak juga pedagang asing yang lain selain pedagang Portugis yang meramaikan pelabuhan Banda Aceh. Oleh karena itu, Portugis menyerang Kesultanan Aceh pada tahun 1521 M. Akan tetapi Sultan Ali Mughayat Syah dapat menangkal serangan tersebut dan mengusir Portugis dari Kesultanan Aceh.
      Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaan dan kemakmurannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang memerintah tahun 1607-1636 M. pada masanya, wilayah kekusaan Kesultanan Aceh meliputi Batu Sawar dan Johor (sekarang masuk wilayah Malaysia). Armada tempurnya sangat kuat karena menjalin kerjasama dengan kerajaan Islam Turki Utsmani (Ottoman), terutama di bidang militer.
      Peranan Kesultanan Aceh dalam pengembangan dan penyebaran agama islam di antaranya adalah :
a.       Pada masa Sultan Al-Laudin Al-Qohhar (1538-1571 M) sultan ke-3, pernah mendatangkan para ulama dari India dan Persia untuk mengajarkan Islam, membawa para pendakwah kepedalaman Sumatera, mendirikan pusat Islam di Ulakan, dan menyebarkan Islam ke Minangkabau dan Indrapura.
b.      Pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M) dibangun masjid-masjid dan tempat-tempat pengajaran agama Islam. Diantara peninggalannya yang masih kokoh berdiri sampai saat ini adalah masjid kebanggaan rakyat Aceh, yaitu Masjid Baiturrahman di Banda Aceh. Selain itu, sultan memberlakukan hukum Islam dengan tegas. Bahkan ia pernah merajam anaknya sendiri karena berzina.
c.       Pada masa Sultanah (Sultan Wanita) Safiatuddin Tajul Alam memerintah (1641-1675 M) pendidikan agama Islam sangat diperhatikan di Jamiah Baiturrahman. Sultanah pun mengirimkan kitab-kitab karya ulama Aceh dan Al-Qur’an ke raja-raja Ternate, Tidore, dan Bacan di Maluku.
Kesultanan Aceh berakhir setelah Belanda berhasil merebut istana Kesultanan Aceh tahun 1874 M. Sultan Aceh yang terakhir Muhammad Daud Syah (1878-1903 M) ditangkap dan dibuang ke Ambon tahun 1878 M dan wafat pada tahun 1903 M.
2.      Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa
1)      Demak
      Demak adalah kerajaan islam pertama ditanah Jawa. Pusat pemerintahannya terletak di kota Demak, 22 KM dari Semarang, Jawa Tengah. Berdiri sekitar tahun 1500 M menggeser Kerajaan Hindu Majapahit. Raja pertama Kesultanan Demak adalah Raden Fatah yang memerintah antara tahun 1500-1518 M. Raden Fatah adalah  seorang bangsawan kerajaan, putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit yang terakhir dan menjabat adipati kerajaan besar Hindu tersebut diwilayah Bintoro. Sebelum berganti nama menjadi Demak. Secara terang-terangan Raden Fatah memisahkan diri dari kerajaan Majapahit yang sedang berada di ujung keruntuhan. Ia mendirikan kerajaan Islam pertama di Jawa dengan Demak sebagai ibukota. Para wali mengangkatnya sebagai sultan pertama Demak dengan gelar “Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayyidin Panotogomo.”
      Sultan Demak ke-2 adalah Pati unus atau Pati Yunus, putra Raden Fatah. Ia menggantikan posisi ayahnya yang wafat tahun 1518 M. Ketika naik tahta, Pati Unus baru berusia 17 tahun. Salah satu gelar yang melekat dengan dirinya adalah “Pangeran Sabrang Lor” artinya seorang pangeran yang menyebrang ke sebelah utara. Peristiwa itu terjadi ketika pasukan Demak yang dipimpinnya menyerang Portugis yang sudah menguasai Malaka.
      Sultan Trenggono, Saudara Pati Unus adalah raja Demak ke-3. Ia memerintah Demak dari tahun 1524-1546 M. oleh Sultan Sunan Gunung Jati Cirebon ia di anugerahi gelar sultan Ahmad Abdul Arifin. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Islam Demak mecapai puncak kejayaannya. Daerah kekuasaannya sangat luas, meliputi seluruh Jawa dan bagian besar pulau jawa lainnya, termasuk Selat Sunda dan Lampung, demikian juga bagian Kalimantan.
      Sebagai kerajaan Islam pertama di tanah Jawa, demak mempunyai peranan besar menyebarkan Islam di Jawa. Wali songo yang menjadi penguat utama berdirinya Kerajaan Demak adalah tokoh-tokoh utama yang mengislamkan penduduk pulau Jawa. Para wali tersebut menjadikan Demak sebagai pusat kegiatan mereka. Disanalah mereka berkumpul dan bertukar pikiran untuk memecahkan berbagai macam masalah. Proses Islamisasi yang dilakukan oleh Kesultanan Demak di Pulau Jawa terutama yang dipelopori oleh Wali Songo dilaksanakan dengan cara damai dan penuh hikmah. Wali Songo sangat bijak dalam melaksanakan dakwahnya, mereka sangat mempertimbangkan keadaan masyarakat Jawa yang sebelumnya menganut agama Hindu.
2)      Pajang
      Kesultanan Pajang dipandang sebagai pelanjut Kesultanan Demak. Pendiri kerajaan ini adalah Jaka Tingkir alias Sultan Adiwijaya, menantu Sultan Trenggono, raja Demak ke-3. Sebelum mendirikan kesultanan, Jaka Tingkir di angkat oleh Sultan Trenggono menjadi penguasa (adipati) wilayah Pajang.
      Pada tahun 1546 M, terjadi kekacauan dipusat kota Demak. Sultan Demak yang ke-4 Susuhan Prawoto, putra sulung Sultan Trenggono, di bunuh oleh Aria Panangsang yang tiada lain adalah keponakannya sendiri. Aria Panangsang membunuh Susuhan Prawoto dengan dua alasan, yaitu membalas dendam kematian ayahnya dan merasa memiliki hak untuk menduduki tahta Demak. Jaka Tingkir pun memba;as kematian kakak iparnya. Pasukan Pajang berhasil mengalahkan pasukan Aria Panangsang, dan Aria Panangsang pun berhasil di bunuh. Jaka Tingkir segera mengambil alih kekuasaan dan memindahkan pusat pemerintahan kesultanan Islam itu ke pedalaman Pulau Jawa di daerah Pajang dengan nama Kesultanan Pajang.
      Setelah menjadi raja, Jaka Tingkir mengubah namanya menjadi Sultan Adiwijaya. Ia memerintahkan agar benda-benda pusaka Demakdipindahkan ke Pajang. Pemindahan pusat kekuasaan itu berdampak besar terhadap penyebaran Islam ke wilayah pedalaman Jawa. Agama Islam yang sebelumnya banyak dianut oleh penduduk sekitar pesisir Jawa semakin menyebar kepada penduduk wilayah pedalaman. Demikian juga dengan pemindahan benda-benda pusaka Demak yang membawa perubahan terhadap peradaban Islam di Jawa. Kesenian dan kesusastraan yang sudah maju di Demak dan Jepara pun semakin dikenal dipedalaman Jawa.
      Sultan Adiwijaya dan Kesultanan Pajang berhasil menyebarkan Islam sampai Madium, Blora, bahkan Kediri yang berhasil ditundukkannya tahun 1577 M. pada tahun 1581 M Sultan Adiwijaya memperoleh pengakuan sebagai sultan Islam dari raja-raja di Jawa Timur. Sultan Adiwijaya wafat pada tahun 1587 M. Ia digantikan oleh menantunya, Aria Panggiri. Anak Susuhan Prawoto yang dijadikan peguasa Demak oleh Sultan adiwijaya.
      Riwayat kerajaan Pajang berakhir setelah penguasa Pajang berikutnya memberontak kepada Mataram yang berada dibawah pimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Pemberotakan dapat dipadamkan, penguasa Pajang melarikan diri ke Surabaya dan penduduknya digiring ke Mataram untuk melaksanakan kerja Paksa membangun kota Mataram.
3)      Mataram
Perjalanan kerajaan Islam Mataram berlangsung mulai tahun 1582-1749 M, sebelum kerajaan ini pecah menjadi Mataram Surakarta dan Mataram Yogyakarta. Samapai tahun 1749 M, kerajaan ini dipimpin secara berturut-turut oleh 9 orang sultan/raja, yaitu :
a.       Panembahan Senopati Ing Alogo (Sutawijaya) tahun 1582-1601 M.
b.      Panembahan Krapyak (Mas Jolang) tahun 1601-1613 M.
c.       Sultan Agung (Raden Mas Rangsang/Panembahan Agung Senopati Ing Alogo Ngabdurrahman) tahun 1613-1645 M.
d.      Amangkurat I (sunan Tegal Wangi) tahun 1645-1677 M.
e.       Amangkurat II (Adipati Anom) yahun 1677-1703 M.
f.       Amangkurat III (Sunan Mas) tahun 1703-1719 M.
g.      Paku Buwono (Sunan Puger) tahun 1719-1727 M.
h.      Amangkurat IV (Sunan Prabu Mangkunegara) tahun 1719-1727 M.
i.        Paku Buwono II tahun 1727-1749 M.
Kerajaan Islam Mataram merupakan salah satu kerajaan Islam yang penting di Nusantara kerena peranannya sejak abad ke-16 M sampai datangnya tekanan penajajah Belanda di Jawa Tengah. Hal ini terlihat dari semangat para  rajanya untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengislamkan para penduduknya. Keterlibatan para pemuka agama hingga perkembangan kebudayaan yang  bercorak Islam di Jawa, serta perjuangannya untuk menentang penjajah Belanda.
Kerajaan ini mencapai punsak kejayaannya pada masa pemerintahan Raden Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati Ing Alogo Ngabdurrahman yang memerintah tahun 1613-1645 M. Pada masanya, kerajaan Islam Mataram Jawa mencapai kemajuan yang berarti di bidang agama, kebudayaan, dan ekspansi wilayah kekuasaan.
Wilayah kekuasaan Mataram di zaman Sultan Agung hampirmeliputi seluruh Pulau Jawa. Peranan kerajaan ini adalah dalam mengembangkan dan menyebarkan Islam dilakukan melalui ekspansinya. Wilayah-wilayah yang berhasil ditaklukkannya dan belum Islam, secara politis dapat memengaruhi para penduduknya untuk menganut agama Islam. Hingga abad ke-18 M hampir sebagian orang Jawa telah memeluk agama Islam. Usaha-usaha lain yang dilakukan oleh kerajaan ini dalam penyiaran agama Islam antara lain dengan pendirian rumah-rumah ibadah, penerjemahan Al-qur’an ke bahasa Jawa, dan pendirian pesantren-pesantren sebagai pusat pengajaran agama Islam.
Usaha Sultan Agung yang paling legendaris adalah melakukan pembaharuan dalam kalender Jawa. Sebelumnya, di Jawa berlaku kalender Saka yang berpatokan kepada sistem matahari. Sedangkan Islam menggunakan kalender hijriah yang berdasarkan sistem bulan. Sultan Agung berusaha menyelaraskan dua sistem kalender ini dengan menyatukan dan menjadikannya sebagai kalender resmi Mataram. Ciri kalender Jawa ini adalah penggunaan sistem bulan (hijriah) dengan menggunakan tahun saka. Hanya nama-nama bulan yang berubah menyesuaikan lisan Jawa. Mislanya, Safar menjadi Sapar, Rajab menjadi Rejeb, Muharam menjadi Suro, dan lain-lain.
Pada masa pemerintaan Sultan Agung, Mataram berusaha untuk menyerang Kompeni Belanda di Batavia pada tahun 1627 M dan tahun 1629 M. Tetapi karena kuatnya persenjataan dan pertahanan Belanda, usahanya belum memperoleh kemenangan. Sultan Agung wafat pada tahun 1645 M. Sepenginggal Sultan Agung Mataram diperintah oleh pemimpin-pemimpin yang lemah terhadap tekanan Kompeni Belanda. Berangsur-angsur daerah kekuasaannya menyempit. Wilayah kekuasaan Mataram semakin menyempit setelah perjanjian Giyanti tahun 1755 M yang berisi bahwa Mataram terpecah menjadi dua yaitu Mataram Yogya dan Mataram Surakarta.
3.      Kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi
1)      Kerajaan Goa dan Tallo
      Goa adalah kerajaan yang berdiri sejak abad ke-13 M sampai tahun 1947 M. wilayah kekuasaannya meliputi pesisir pantai selatan Makassar sampai ke Bulukumba, Manado, Sumbawa, Gorontalo, dan Tomini.pusat pemerintahannya di Somba Opu, sekarang bernama Makassar.
      Raja pertama kerajaan Goa adalah Tumanurungari Tamalate (Ratu), yang berkuasa sekitar abad ke-13 M. sedangkan raja Goa yang pertama kali beragama Islam adalah I Mang Rangi Daeng Man’rabia atau Sultan Alaudin (1593-1639 M). pada masa itu, kerajaan Goa telah berdiri di sebelah utara Makassar. Namun, dua kerajaan ini seperti kerajaan kembar yag saling membantu, karena penguasanya berasal dari satu keturunan, yaitu dari anak raja Goa VI, Tunangtangka’lopi. Ia mempunyai dua anak laki-laki, yang sulung (Batara Goa) menajadi penggantinya sebagai Raja Goa VII, sedangkan adiknya diangkat menjadi Raja Tallo. Dan sejak Raja Tallo III, raja-raja Tallo menjabat sebagai Mangkubumi Goa yang menjalankan pemerintahan atas nama raja. Sehingga rakyat merasa hidup dalam satu kekuasaan.
      Peranan kerajaan ini dalam perkembangan dan penyebaran Islam di Sulawesi dimulai dengan masuknya Islam ke Sulawesi Selatan melalui kerajaan Makassar (Goa dan Tallo) yang bisa ditinjau dari dua tahap. Pertama, secara tidak resmi terjadi dengan acara interaksi pedagang-pedagang Sulawesi Selatan dengan para pedegang muslim dari luar Sulawesi Selatan. Atau dengan cara pertemuan para penduduk Makassar dengan para pedagang muslim yang datang ke tempat itu. Diantara penduduk ada yang menerima dan tertarik dengan ajaran Islam. Kedua, secara resmi,  Islam diterima secara resmi oleh raja Goa-Tallo yang dibawa oleh tiga orang datuk yang berasal dari Minangkabau. Pada tahun 1607 M, Sultan Allaudin mengeluarkan dekrit yang menyatakan Islam sebagai agam resmi kerajaan, dan mengharuskan rakyat Goa-Tallo menerima Islam sebagai agama mereka. Maka terjadilah islamisasi besar-besaran di wilayah goa-Tallo secara damai.
      Pada tahun 1616 M, Raja Allaudin berhasil meluaskan daerah kekuasaan dan menyebarkan Islam ke luar Sulawesi, yaitu Bima dan Sumbawa. Untuk pertahanan kekuasaannya, Sultan Allaudin mendirikan benteng Makassar yang di kemudian hari disebut benteng Fort Rotterdam. Pada tahun 1638 M sayap kekuasaan Goa telah meliputi Manado, Gorontalo, dan Tomini.
      Perjalanan kerajaan Goa yang amat di kenang dalam perjalanan sejarah Nusantara yaitu kegigihannya dalam melakukan penolakan terhadap Kompeni Belanda melalui VOC yang ingin memonopoli perdagangan di Sulawesi dan ingin menyebarkan agama Kristen. Sultan Hasanudin, Sultan Goa ke-16 yang berkuasa tahun 1653-1669 M melancarkan serangan besar terhadap Belanda. Karena persenjataan kompeni lebih kuat, pasukan Hasanudin terdesak dan terpaksa menandatangani perjanjian Bongaya tanggal 18 November 1667 M. Isi perjanjian tersebut sangat merugikan pihak Goa. Perang antara Goa dan Kompeni pecah kembali tahun 1668 M. Kedudukan Goa semakinterjepit dan memaksa Sultan Hasanudin untuk kembali memperkuat perjanjian Bongaya. Sultan Hasanudin menyerahkan takhta kekuasaan pada putranya Sultan Amir Hamzah pada tahun 1669 M.
      Setelah Sultan Hasanudin meninggalkan kekuasaan, penguasa-penguasa Goa se;anjutnya tidak lagi memiliki kemerdekaan dalam penentuan politik kenegaraan. Demikian juga dengan armada laut dan kekuatan militer yang dimilikinya sudah sedemikian lemah. Walaupun demikian, perlawaan terhadap VOC terus berlanjut walaupun dalam skala yang kecil.
2)      Kesultanan Buton
Kesultanan Buton merupakan kelanjutan dari kerajaan Buton yang berlokasi di Bau Bau sekarang, Sulawesi Tenggara. Raja Buton yang masuk Islam pertama kali dan menjadi pendiri Kesultanan Buton adalah Raja Buton ke-6 yang bernama Halu Oleo.
Masuknya Islam ke Buton mengikuti jalur perdagangan malalui rute pelayaran pada abad 14-15 M. pulau Buton saat itu masuk dalam posisi pelayaran antara Maluku dan Malaka. Pulau Buton sangat mungkin disinggahi para pedagang Malaka, Maluku, dan Johor. Sehubungan dengan itu, pendapat menyebutkan bahwa Islam yang masuk ke Buton dibawa dari Johor.
Tokoh terkenal pembawa Islam dari Johor ke Kerajaan Buton, menurut ruwayat adalah Syekh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman-Patani. Setelah berkunjung ke Adanora (Nusa Tenggara Timur) singgah di Pulau Batu Atas, dekat Buton. Atas petunjuk Imam Pasai, Syekh Abdul Wahid singgah di kerajaan Buton. Ia berhasil mengajak Raja Buton VI masuk Islam dan dilantik menjadi sultan Islam pertama Buton pada tahun 948 H/1538 M. pelantikan ini merupakan pengislaman pertama kerajaan Buton. Selain gelar sultan, raja Buton pun bergelar Ulil Amri (penguasa) dan Qa’im Ad-Din (Penegak Agama). Proses islamisasi Buton berjalan dengan cepat, lancar, dan damai. Dengan cepat penduduk Buton semuanya menjadi pengikut ajaran Nabi Muhammad saw. Mereka sanagt patuh kepada sultan, berbahasa Melayu, bahasa yang digunakan di Malaka, Johor, dan Patani. Tidak diperoleh informasi sejarah tentang proses islamisasi di Buton sesudah dan sebelum Raja Buton ke-6. Namun Kesultanan Buton telah berjasa menyebarkan Islam di kepulauan tersebut.
Adapun bukti-bukti historis adanya Kesultanan Buton yang beragama Islam masih dapat disaksikan sampai sekarang, diantaranya :
            a.       Monumen, yaitu Benteng Keraton, istana sultan dengan segala kelengkapannya. Dua masjid tua yang didirikan oleh Syekh Abdul Wahid, Batupoaro merupakan tempat berkhalwat Syekh abdul Hamid sebelum meninggalkan Buton.
            b.      Manuskrip yang berisi semboyan Kesultanan Buton yang berbunyi, “Biarkan harta hancur asalkan keselamatan negeri, biarkan negeri hancur asalkan keselamatan agama”. Silsilah Kesultanan Buton, dan konstitusi kesultanan yang disebut “Martabat Tujuh.”
            c.       Adat dan tradisi, berupa upacara adat, tarian-tarian, dan tata cara berpakaian.
            d.      Gelar-gelar yang dipakai di kesultanan tersebut.



C.     Peradaban Islam di Kerajaan Banjar
Kerajaan Banjar adalah kerajaan Islam di pulau kalimantan yang wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar daerah kalimantan saat ini. Pusat Kerajaan Banjar yang pertama adalah daerah di sekitar Kuin Utara (sekarang di daerah Banjarmasin), kemudian dipindah ke martapura setelah keraton di Kuin dihancurkan oleh Belanda. Kerajaan ini berdiri pada september 1526 dengan Sultan Suriansyah (Raden Samudera) sebagai Sultan pertama Kerajaan Banjar. Kerajaan Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905. Perang Banjar merupakan peperangan yang diadakan kerajaan Banjar untuk melawan kolonialisasi Belanda. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman (1862 - 1905), yang meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan belanda di puruk cahu.
1.      Cikal Bakal Kerajaan Banjar
Kemunculan Kerajaan  Banjar  tidak lepas dari melemahnya pengaruh Negara Daha sebagai kerajaan yang berkuasa saat itu. Tepatnya pada saat Raden Sukarama memerintah Negara Daha, menjelang akhir kekuasaannya dia mewasiatkan tahta kekuasaan Negara Daha kepada cucunya yang bernama Raden Samudera. Akan tetapi,  wasiat tersebut ditentang oleh ketiga anak Raden Sukarama yaitu Mangkubumi, Tumenggung dan Bagulung.  Setelah Raden Sukarama wafat, pangeran Tumenggung merebut kekuasaaan dari pewaris yang sah yaitu Raden Samudera dan merebut tahta kekuasaan Negara Daha.
Raden Samudera sebagai pihak yang kalah melarikan diri dan bersembunyi di daerah hilir sungai barito. Dia dilindungi oleh kelompok orang melayu yang menempati wilayah itu. Kampung orang melayu itu disebut kampung oloh masih yang artinya kampung orang melayu pimpinan Pati Masih. Lama kelamaan kampung ini berkembang menjadi kota banjarmasih karena ramainya perdagangan di tempat ini dan banyaknya pedagang yang menetap. Dalam pelarian politiknya, raden Samudera melihat potensi Banjarmasih dengan sumber daya manusianya dapat dijadikan kekuatan potensial untuk melawan kekuatan pusat, yaitu Negara Daha. Kekuatan Banjarmasih untuk melakukan perlawaann terhadap Negara Daha akhirnya mendapat pengakuan formal setelah komunitas melayu mengangkat Raden Samudera sebagai kepala Negara.
Pengangkatan ini menjadi titik balik perjuangan Raden Samudera. Terbentuknya kekuatan politik baru di banjarmasih, sebagai kekuatan politik tandingan bagi Negara Daha ini menjadi media politik bagi Raden Samudera dalam usahanya memperoleh haknya sebagai Raja di Negara Daha, sedangkan bagi orang melayu merupakan media mereka untuk tidak membayar pajak kepada Negara Daha.
Setelah menjadi Raja di Banjarmasih, Raden Samudera dianjurkan oleh Patih Masih untuk meminta bantuan Kerajaan Demak. Permintaan bantuan dari Raden Samudera diterima oleh Sultan Demak, dengan syarat Raden Samudera beserta pengikutnya harus memeluk agama Islam. Syarat tersebut disanggupi Raden Samudera dan Sultan Demak mengirimkan kontingennya yang dipimpin oleh Khatib Dayan. Setibanya di Banjarmasih, kontingen Demak bergabung dengan pasukan dari Banjarmasin untuk melakukan penyerangan ke Negara Daha di hulu sungai Barito. Setibanya di daerah yang bernama Sanghiang Gantung, Pasukan Banjarmasin dan Kontingen Demak bertemu dengan Pasukan Negara daha dan pertempuran pun terjadi. Pertempuran ini berakhir dengan suatu mufakat yang isinya adalah duel antara Raden samudera dengan Pangeran Tumenggung. Dalam duel itu, Raden Samudera tampil sebagai pemenang dan pertempuran pun berakhir kemenangan Banjarmasin.
Setelah kemenangan dalam pertempuran, Raden Samudera memindahkan Rakyat Negara Daha ke Banjarmasin dan Raden Samudera dikukuhkan sebagai Kepala negaranya. Pembauran penduduk Banjarmasin yang terdiri dari rakyat Negara Daha, Melayu, Dayak dan orang jawa (kontingen dari Demak) menggambarkan bersatunya masyarakat di bawah pemerintahan Raden Samudera. Pengumpulan penduduk di Banjarmasin menyebabkan daerah ini menjadi ramai, ditambah letaknya pada pertemuan sungai barito dan sungai martapura menyebabkan lalu lintas menjadi ramai dan terbentuknya hubungan perdagangan. Raden Samudera akhirnya menjadikan Islam sebagai agama negara dan rakyatnya memeluk agama Islam. Gelar yang dipergunakan oleh Raden Samudera sejak saat itu berubah menjadi Sultan Suriansyah.
2.      Wilayah Kerajaan Banjar
           Kerajaan Banjar semakin berkembang dan lama kelamaan luas wilayahnya semakin bertambah. Kerajaan ini pada masa jayanya membentang dari banjarmasin sebagai ibukota pertama, dan martapura sebagai ibukota pengganti setelah Banjarmasin direbut belanda, daerah tanah laut, margasari, amandit, alai, marabahan, banua lima yang terdiri dari Nagara, Alabio, Sungai Banar, Amuntai dan Kalua serta daerah hulu sungai barito. Kerajaan semakin diperluas ke tanah bumbu, Pulau Laut, Pasir, Berau dan kutai di panati timur. Kotawaringin, Landak, Sukadana dan sambas di sebelah barat. Semua wilayah tersebut adalah Wilayah Kerajaan Banjar (yang apabila dilihat dari peta zaman sekarang, Kerajaan Banjar menguasai hampir seluruh wilayah kalimantan di 4 provinsi yang ada). Semua wilayah tersebut membayar pajak dan upeti. Semua daerah tersebut tidak pernah tunduk karena ditaklukkan,tetapi karena mereka mengakui berada di bawah Kerajaan Banjar, kecuali daerah pasir yang ditaklukkan pada tahun 1663.
3.      Raja-raja di Kerajaan Banjar
1)      Pangeran Samudera / Sultan Suriansyah (1526-1545).
2)      Sultan Rahmatullah (1545-1570).
3)      Sultan Hidayatullah (1570-1595).
4)      Sultan Mustain Billah (1595-1620).
5)      Sultan Inayatullah (1620-1637).
6)      Sultan Saidullah (1637-1642).
7)      Adipati Halid (1642-1660).
8)      Amirullah Bagus Kesuma (1660-1663).
9)      Sultan Agung (1663-1679).
10)    Sultan Tahlilullah (1679-1700).
11)     Sultan Tahmidullah (1700-1734).
12)     Sultan Tamjidillah (1734-1759).
13)     Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah (1759-1761).
14)     Pangeran Nata Dilaga (1761-1801).
15)     Sultan Suleman Al Mutamidullah (1801-1825).
16)     Sultan Adam Al Wasik Billah (1825-1857)
17)     Pangeran Tamjidillah (1857-1859).
18)     Pangeran Antasari (1859-1862).
19)     Sultan Muhammad Seman (1862-1905).



















BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan 
             Terdapat tiga teori tentang masuknya Islam ke Indonesia, yaitu Gujarat,      Persia, dan Arab. Kesultanan Islam pertama kali berdiri di Nusantara adalah Samudera Pasai. Pendiri dan sultan pertama kesultanan tersebut adalah Malik As-Saleh yang berkuasa sekitar abad ke-13 M.
  Samudera Pasai, pada masanya, menjadi kesultanan Islam yang penting di Nusantara karena peranannya sebagai studi dan penyebaran Islam.
  Kesultanan Aceh Darussalam didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada awal abad ke-15 M. Kesultanan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang memerintah tahun1607-1636 M. Peranan kesultanan inidalam menyebarkan Islam diantaranya adalah dengan mendirikan tempat-tempat ibadah, salah satunya Masjid Baiturrahman Banda Aceh, madrasah-madrasah, menerapkan syariat (hukum) Islam, dan melakukan ekspansi wilayah kekuasaan dengan mengislamkan penduduk negeri yang ditaklukkannya.
  Kerajaan/kesultanan Islam di Jawa berdiri menjelang kehancuran Kerajaan Majapahit. Penguat utama pendiri kesultanan Islam dan sebagai pelopor penyebaran agama Islam di Jawa adalah Walisongo.
  Kesultanan Islam di Jawa yang memiliki peranan pentig dalam penyebaran Islam dan pertumbuhan kebudayaan Islam di Jawa adalah Kesultanan Demak, Pajang, dan Mataram.
  Kesultanan Goa-Tallo adalah pelopor penyebaran Islam di Sulawesi Selatan. Pada tahun 1607 M, Sultan Allaudin mengeluarkan dekrit yang menyatakan Islam sebagai agama resmi kerajaan dan mengharuskan rakyat Goa-Tallo menerima Islam sebagai agama resmi kerajaan dan agamanya.
  Kesultanan Buton merupakan kelanjutan dari kerajaan Buton yang berlokasi di Bau Bau sekarang, Sulawesi Tanggara. Raja Buton yang masuk Islam pertama kali dan menjadi pndiri kesultanan Buton adalah Raja Buton ke-6 yang bernama Halu Oleo.
  Pusat Kerajaan Banjar yang pertama adalah daerah di sekitar Kuin Utara (sekarang di daerah Banjarmasin), kemudian dipindah ke martapura setelah keraton di Kuin dihancurkan oleh Belanda. Kerajaan ini berdiri pada september 1526 dengan Sultan Suriansyah (Raden Samudera) sebagai Sultan pertama Kerajaan Banjar. Kerajaan Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905. Perang Banjar merupakan peperangan yang diadakan kerajaan Banjar untuk melawan kolonialisasi Belanda. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman (1862 - 1905), yang meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan belanda di puruk cahu.
B.   Saran
      Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan di sana sini, baik dari segi penulisan maupun isi. Untuk itu penulis secara terbuka menerima kritikan maupun saran yang membangun, supaya kedepannya dapat lebih baik.













DAFTAR PUSTAKA

Meriya, Abu H, Sejarah Islam, Jakarta: Mutiara, 1982.
Mubarok, Jaih, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Islamika, 2008.
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1933 M.
Hariwijaya, H, S.S, Drs, Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara, Sleman, Pustaka Insan Madani, 2007.
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam I,II,III,IV,V, Jakarta: PT. Ikrar Abadi, 2003.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dzahir dan Ta'wil dalam studi ilmu ushul fiqih.

Tafsir Maudhu'i dalam perkembangan ilmu tafsir

Makalah metode tafsir Ijmali dalam studi Ilmu Tafsir