peradaban islam di mughal (India)


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.
Segala puji kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan kepada kita berbagai macam nikmat sehingga kami dapat menyelasaikan makalah ini. Salawat serta salam tak lupa kita sanjungkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW kepada keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga hari kiamat.
Selanjutnya kami selaku penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi pada penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosen pengampu mata kuliah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, karena kami masih dalam proses belajar. Oleh karenanya, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini membawa manfaat khususnya bagi kami selaku penyusun dan umumnya bagi penbaca sekalian.

Ciputat, 6 Mei 2017

Penyusun







DAFTAR ISI
 KATA PENGANTAR                                                                                   2
DAFTAR ISI                                                                                                  3
BAB I PENDAHULUAN
I.                    Latar belakang                                                                              4
II.                 Rumusan maslah                                                                           5
III.              Tujuan                                                                                           5
    BAB II PEMBAHASAN
A .    Latar Berdirinya Kerajaan Mugha                                                      l6
B.     Kejayaan Kerajaan Mughal                                                                11
C.     Peradaban Pada Masa Kerajaan Mughal di India                              13
D.    Kemunduran dan Runtuhnya Kerajaan Mughal                                 16
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan                                                                                         20
B.     Saran                                                                                                   20
DAFTAR PUSTAKA                                                                                    21















BAB I PENDAHULAN

I.                   Latar Belakang
Upaya perluasan wilayah dan penyebaran agama Islam ke India sudah dimuali sejak zaman khulafa al-Rasyidin yakni Abu Bakar Shiddiq, kemudian dilanjutkan, Umar bin Khatab dan juga masa Usman bin Affan. Namun rencana ini dibatalkan karena ganasnya kehidupan negeri India.
Dan masa khalifah Ali bin Abi Thalib pernah berhasil menaklukkan India, Namun setelah itu terhenti karena terbunuhnya utusan beliau yang bernama al-Harits bin Murah al-Abdi pada tahun 42 H di suatu daerah di al-Daidan yang terletak antara Sind dan Khurasan, sehingga hal tersebut menggagalkan usaha perluasan wilayah umat Islam.
Dan keberhasilan untuk memasuki kawasan India diraih oleh Muhammad bin Qasim pada masa pemerintahan Al-Walid pada tahun 711-713 M. Dia berhasil menerobos daerah-daerah Sind dan kawasan Punjab bagian bawah. Sejak saat itu satu persatu daerah di dekat Sind jatuh ke tangan Islam, dan Multan dijadikan sebagai ibukota Islam pertama di India. Dan pada tahun 1020 M, Mahmud Al-Ghaznawi berhasil menaklukkan hampir semua kerajaan Hindu di wilayah India sekaligus mengislamkan sebagian besar masyarakatnya.
Disaat kondisi kekuasaan Islam di India mengalami kemunduran dan menunjukkan hal yang sangat rumit. Ibrahim Lodi (1517-1526 M), pewaris kesultanan budak yang terakhir di Delhi (India), mengalami berbagai kesulitan menegakkan kembali kewibawaan politiknya. Dan hal ini menjadi peluang bagi Zahirudin Babur (1526-1530 M) untuk menjadi penguasa di India melalui tawaran dari Alam Khan yang merupakan paman Ibrahim Lodi sendiri untuk menghancurkan Lodi. Sehingga Babur berhasil menaklukkannya dan mendirikan kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibukotanya pada tanggal 21 April 1526 M.


II.                Rumusan Masalah
A.    Bagaiman  latar belakang berdirinya kerajaan mughal?
B.     Bagaiman kemajuan kerajaan mughal?
C.     Peradaban apa saja yang berkembang pada masa kerajaan mughal?
D.    Apa faktor kemunduran kerajaan mughal?
III.             Tujuan
A.    Menjelasakan latar belakang berdirinya kerajaan mughal
B.     Menjelaskan kemajuan kerajaan mughal
C.     Menjelaskan peradaban yang berkembang pada masa kerajaan mughal
D.    Menjelaskan faktor kemunduran kerajaan mughal
















BAB II PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Mughal
Sebelum Islam masuk di India, sekitar 6000-5000 SM bangsa Dravida datang dari Asia Barat ke India dengan kepercayaan terhadap adanya Tuhan secara abstrak. Kemudian pada abad VI SM bangsa Aria dari Persia datang menguasai Punjab dan Benaras (India Utara) dengan membawa kepercayaan adanya Tuhan secara nyata. Pada tahun 599 SM lahir Mawahir yang mempelopori lahirnya agama Jaina (ajaran ini kemudian melebur dalam agama Hindu). Pada tahun 557 SM lahir Gautama Budha di Kapilabastu di kaki gunung Himalaya dan menjadi pelopor lahirnya agama Budha. Sementara agama Hindu adalah agama yang paling penting dan banyak dianut oleh rakyat India. Hampir semua raja yang sedang berkuasa menganut agama tersebut. Tekanan yang besar dari kelompok kasta Brahmana terhadap penganut agama Budha menyebabkan mereka mengharapkan datangnya kekuatan lain yang bisa memberi perlindungan dan menghindari  kekejaman  penguasa  Hindu.  Di  sisi  lain,  di  antara  penganut  agama Hindu  terjadi  perebutan  kekuasaan.  konflik  Hindu  dan  Budha,  secara  umum, tampak  jelas  dalam  persaingan  perdagangan.  Kelompok  Hindu  cenderung  lebih senang  untuk  memonopoli,  sedangkan   Budha  lebih  giat  dalam  memperoleh keuntungan.
Menjelang masuknya Islam, agama Jaina tidak populer dan Agama Budha sedang  menurun.  Pada  saat  itulah  Islam  mulai  masuk  di  India.  Karena  kelompok Budha lebih banyak terkalahkan dalam persaingan, akhirnya mereka lebih terbuka untuk  menerima  Islam.[1] Sejarah  awal  masuknya  Islam  di  India  dapat    dibagi dalam  empat  periode  yaitu:  Zaman  Nabi  Muhammad  SAW,  Dinasti  Umayyah, Ghaznawi, dan Ghuri.
Pada  zaman  Nabi  Muhammad  SAW  (mulai  tahun  610  M),  pedagang-pedagang Arab yang telah menganut Islam sudah berhubungan  erat dengan dunia Timur  melalui  pelabuhan-pelabuhan  India,  sehingga  mereka  berdagang  sambil berda’wah.  Pada  masa  ini,  Cheraman  Perumal,  raja  Kadangalur  dari  pantai Malabar telah  memeluk  Islam  dan  menemui  nabi.  Inilah  sejarah  awal  masuknya Islam di Anak Benua India.[2]
Pada  masa  Umar  Ibn  Khattab,  pada  tahun  643-644  M  panglima  Mughira menyerang Sind, tetapi gagal dikarenakan tentara Arab kurang ahli perang di laut di bandingkan di darat.  Pada tahun ini pula Abdullah  Ibn  Amar Rabbi sampai keMekran  untuk  menyiarkan  Islam  dan  memperluas  daerah  kekuasaan  Islam.  Pada masa  Usman  Ibn  Affan  dan  Ali  Ibn  Abi  Thalib,  dikirim  utusan  ke  wilayah  India untuk  menyelidiki  adat  istiadat  dan  jalan-jalan  menuju  India.  Inilah  awal  mula Islam menyebar ke India melalui jalan darat.
Pada masa Mu’awiyah I, terjadi perampokan terhadap orang-orang  Islam di  India.  Atas  izin  Khalifah  Al-Walid,  ia  mengirim  Muhammad  Ibn  Qasim (usianya  17  tahun),  untuk  memimpin  pasukan.  Dalam  waktu  4  tahun  lebih,  Sind dan  Punjab  dapat  ditaklukkan  dan  dikuasai.  Bin  Qasim  menjadi  gubernur  yang menjalankan  pemerintahan  dengan  rasa  kemanusiaan  yang  tinggi.  Riwayatnya berakhir  tragis  akibat  pertikaian  politik,  setelah  itu  ada  9  orang  gubernur  tetap berkuasa di wilayah itu sampai datangnya dinasti Ghazni.
Pada  akhir  abad  ke-10,  Alptgin  menaklukkan  Ghazni  dan  memperkuat kota dengan parit dan benteng. Pada tahun 976-977 M, naiklah menantu dan bekas budaknya,  Sabktegin,  ia  dapat  menaklukkan  Kabul  dan  Kandahar,  menyerang Lahore,  Delhi,  Ajmir,  Qanauj,  Kalinjar.  Pada  tahun  997  M  Sabktegin  digantikan oleh   putranya   Mahmud,   yang   kemudian   terkenal   dengan   gelar   Mahmud Ghaznawi. Ia melakukan penyerangan dan penaklukan sebanyak 17 kali ke daerah Lahore,  Delhi,  Ajmir,  Qanauj,  Gawaliur,  Kalinjar,  Ujjain,  Nagarakot,  dan  Doab yang   semuanya   dimenangkan.   Pada   tahun 1024-1025M  menyerang   dan menaklukkan  Gujarat  dan  menghancurkan  berhala  Samonath  yang  terkenal  besar dan  megah  di  India.  Mahmud  digantikan  oleh  putranya  Muhammad,  tetapi Muhammad tidak lama memerintah, lalu digantikan oleh saudaranya, Mas’ud Ibn Mahmud. Mas’ud memperluas kekuasaannya dengan menaklukkan negeri Oudh (Ayyuda) dan Benaras. Sepinggal Mas’ud tidak ada lagi pengganti yang kuat.
Pada tahun 1186 M, Alauddin Husain Ibn Husain merebut negeri Ghaznah yang sudah lemah, setelah itu ia digantikan oleh Ghias al-Din Abul Muzaffar Muhammad Ibn Sam. Kemudian ia digantikan oleh saudaranya Syihab al-Din. Kemudian naiklah Alauddin Muhammad Ibn Sam. Tokoh yang terkenal dalam sejarah adalah Sultan Muhammad Abdul Muzaffar Ibn al-Husain al-Ghori (Muhammad Ghuri). Ia menguasai seluruh wilayah yang dahulunya dikuasai Dinasti Ghazni. Pada tahun 1192 M ia memenangkan peperangan Tarain II melawan persekutuan raja-raja India yang dipimpin oleh Pritthiraj dan menguasai Delhi, Merat dan Agra. Pada tahun 1193 M ia menaklukkan Qanauj, dan menunjuk panglima perang dan hamba sahayanya, Aibek sebagai wakil tetap di India yang berpusat di Delhi. Aibek dapat menaklukkan Oudh dan Benaras.
Penaklukkan berlanjut pada tahun 1195 M ke Guwaliur, 1196 M ke Gujarat, 1201 M ke Kalinjar. Di samping itu ada pula hamba sahayanya yang bernama, Bakhtiar Khilji, yang merampas negeri Bihar dan Bengala (sekarang Bangladesh) dari kerajaan Magadh (Budha) pada tahun 1194 M. Sepeninggal Muhammad Ghuri, naiklah Quthubuddin Aibek yang merupakan bekas budak dan panglima perang Ghuri, yang memberi letter of manumission (merdeka dari perbudakan). Aibek mendapat gelar sultan pada tahun 1206 M.[3] Sejak saat itu berdirilah kesultanan Delhi yang meliputi : Dinasti Mamluk (1206-1290 M), Khalji (1290-1320 M), Tughlug (1320-1414 M), Sayyed (1414-1451 M), dan Lodi (1451-1526 M).
Dinasti  Mamluk  didirikan  oleh  seorang  budak  yang  bernama  Altamasy yang  di  merdekakan oleh  Aibek  dan  di  angkat  menjadi  pembesar  istana  karena pada  saat  itu  menganti  Aibek, anaknya  Aram  Shah  tidak  bisa  memimpin  dengan baik.  Altamasy  berhasil  memperluas kekuasaan  Islam  ke  sebelah  utara  (Malawa) dan  menyelamatkan  negerinya  dari  serangan Mongol.  Setelah  itu  ia  menunjuk anak  perempuannya,  Raziya,  sebagai  pengganti  dengan alasan  semua  anak  laki-lakinya  tidak  ada  yang  mampu.  Dalam  sejarah  Islam  Sultan  Raziya adalah perempuan  pertama  yang  berkuasa.  Pada  tahun  1240  M  terjadi  pemberontakan untuk menolak  sultan  perempuan  yang  menjatuhkan  Raziya  oleh  Bahram  Shah, putra  dari  Iltutmish, namun  Bahram  Shah  tidak  mampu  memimpin, akhirnya pada  tahun  1246  M  pamannya, Nasiruddin  Mahmud  naik  tahta,  kemudian  ia  di gantikan oleh Balban.
Setelah   Balban   wafat, penggantinya,   Kaikobad,   tidak   cakap   sebagai pemimpin.  Dengan  dukungan  para  pembesar  istana,  Jalaluddin  Khalji  (75  tahun) naik  tahta  pada  tahun  1290M.  Setelah  itu  Alauddin  Khalji  yang  merupakan keponakan  sekaligus  menantu  Jalaluddin  Kahlji  naik  tahta  berkat  dukungan  para bangsawan.[4] Alauddin   Khalji   memperluas   kekuasaannya  sampai  ke Gujarat, Rajasthan,  Deccan,  dan  sebagian  wilayah  India  Selatan. Pengganti  Alauddin Khalji  adalah  Quthubuddin  Mubarak  Khalji,  namun  ia  dan  keluarganya  dibunuh oleh  Khusru,  gubernur  Deccan  yang  ingin  merebut  tahta.  Lima  bulan kemudian Ghazi Malik Tughlaq, gubernur Depalpur, dapat menguasai Delhi dengan membunuh Khusru.[5]
Ghazi Malik menduduki tahta dengan gelar Ghiyasuddin Tughlug. Beberapa wilayah dikuasainya antara lain Bidar, Warrangal dan Bangla. Namun dalam perjalanan kembali dari Bengla, Ghiyasuddin Tughlug meninggal dunia pada tahun 1325 M. Juna Khan terpilih sebagai pengganti Sultan ia naik tahta dengan gelar Muhammad Ibn Tughlug. Ia merupakan sultan pertama yang mengangkat warga non-Muslim dalam tugas kemiliteran dan tugas-tugas administratif pemerintahan, terlibat di dalam perayaan lokal, dan mengizinkan pembangunan kuil-kuil Hindu.[6] Ia wafat pada tahun 1351 M ketika negara dilanda pemberontakan. Fihruz Shah, sepupunya, naik tahta setelah meredam pemberontakan di Sind dan penyerangan Mongol. Setelah kematian Fihruz pada tahun Shah pada tahun 1388 M penggantinya tidak ada yang mampu. Nashiruddin Muhammad Tughluq adalah orang terakhir dalam Dinasti Tughlug. Pada tahun 1414 M, Khizir Khan, utusan Timur di Debalpur dan Multan dapat menguasai politik di Delhi.
Khizr Khan merupakan pendiri dari Dinasti Sayyid yang alim, pemberani dan sangat mampu memimpin. Ia meninggal dunia pada tahun 1421 M. Kemudian Mubarak Shah naik tahta, namun ia terbunuh pada tahun 1434 M oleh seorang bangsawan bernama Sardarul Mulk. Keponakan Mubarak, Muhammad Shah, naik tahta. Ia membalas kematian pamanya dengan menangkap dan membunuh Sardarul Mulk. Muhammad Shah memimpin selama 12 tahun, ia di gantikan oleh anaknya, Alauddin Alam Shah, yang merupakan raja terakhir dan terlemah dalam Dinasti Sayyid. Ia secara sukarela menyerahkan tahtanya kepada Bahlul Lodi.
Bahlul Lodi naik tahta pada tahun 1451 M. Sultan Lodi adalah satu-satunya sultan Delhi yang berasal dari suku bangsa Pathan. Sultan-sultan Delhi yang lain adalah bangsa Turki. Aksi Bahlul Lodi yang menonjol adalah penaklukan Jaunpur. Ia bertahta selama 38 tahun dan meninggal pada 1389 M. Nizam Khan, putra kedua Bahlul Lodi naik tahta dengan gelar Sikander Lodi. Ia meninggal dunia pada tahun 1517 M setelah berhasil memimpin selama 28 tahun. Akhirnya, Ibrahim Lodi, naik tahta. Tetapi terjadi pemberontakan di Jalal Khan. Ia banyak memenjarakan bangsawan yang menentang. Hal ini memicu lebih banyak pemberontakan. Pada 21 April 1526 M terjadi pertempuran yang dahsyat di panipat antara Babur dan Ibrahim Lodi.[7] Pasukan Lodi berjumlah 100.000 kekuatan tentara dengan 1000 pasukan gajah, sedangkan tentara Babur hanya berjumlah 25.000. Ibrahim Lodi beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu. Walaupun pasukannya lebih kecil jumlahnya, barangkali karena keperkasaan yang diwarisi leluhurnya serta prajuritnya yang terlatih dan loyal, Babur berhasil tampil sebagai panglima yang memenangkan pertempuran. Setelah Babur memperoleh kemenangan ia beserta pasukannya memasuki kota Delhi untuk menegakkan pemerintahan. Dengan ditegakkannya pemerintahan Babur di kota Delhi, maka berdirilah kerajaan Mughal di India pada tahun 1526 M.[8]
B.     Kejayaan Kerajaan Mughal
Masa kejayaan kerajaan Mughal dimulai pada pemerintahan Akbar (1556-1506 M), dan tiga raja penggantinya, yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah itu, kemajuaan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan oleh raja-raja berikutnya.
Akbar mengganti ayahnya pada saat usia 14 tahun, sehingga urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khahan, seorang syi’i. Pada masa pemerintahanya, Akbar melancarkan serangan untuk memerangi pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang berkuasa di Punjab. Pemberontakan lain dilakukan oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra. Pemberontakan tersebut disambut oleh Bairam Khan sehingga terjadi peperangan dasyat. Himu dapat dikalahkan dan ditangkap kemudian diekskusi. Dengan demikian, Agra dan Kwalior dapat dikuasai penuh.
Setelah Akbar dewasa, ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran syi’ah. Bairam Khan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar tahun 1561 M.
Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai menyusun program ekspansi. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik.
Keberhasilan ekspansi militer Akbar menandai berdirinya Mughal sebagai sebuah kerajaan besar. Dua gerbang India yakni kota Kabul sebagai gerbang ke arah Turkistan, dan kota Kandahar sebagai gerbang ke arah Persia, dikuasai oleh pemerintahan Mughal. Menurut Abu Su’ud, dengan keberhasilan ini Akbar bermaksud ingin mendirikan Negara Bangsa (Nasional). Maka kebijakan yang dijalankannya tidak begitu menonjolkan spirit Islam, tetapi bagaimana mempersatukan berbagai etnis yang membangun dinastinya. Keberhasilan Akbar mengawali masa kemajuan Mughal di India.
Setelah itu masa kejayaan kerajaan Mughal berhasil dipertahankan oleh putra beliau yaitu Jehangir yang memerintah selama 23 tahun (1605-1628 M). Kepemimpinan Jehangir yang didukung oleh kekuatan militer yang besar, semua kekuatan musuh dan gerakan pemberontakan berhasil dipadamkan, sehingga seluruh rakyat hidup dengan aman dan damai. Namun Jehangir adalah penganut Ahlussunah Wal Jamaah, sehingga Din-i-Illahi yang dibentuk ayahnya menjadi hilang pengaruhnya.
Sepeninggalan Jehangir, pucuk kekuasaan kerajaan Mughal di pegang oleh Sheh Jehan yang memerintah Mughal selama 30 tahun (1628-1658 M). Beliau berhasil memperluas kekuasaanya Hyderabat, Maratha, dan Kerajaan Hindu lain yang belum tunduk kepada pemerintahan Mughal. Keberhasilan  itu tidak bisa lepas dari peran Aurangzeb, putera ketiga dari Sheh Jehan.
Pengganti Sheh Jehan yaitu Aurangzeb. Adapun usaha-usaha Aurangzeb dalam memajukan kerajaan Mughal diantaranya menghapuskan pajak, menurunkan bahan pangan dan memberantas korupsi, kemudian ia membentuk peradilan yang berlaku  di India yang dinamakan fatwa alamgiri sampai akhirnya meninggal pada tahun 1707 M. Selama satu setengah abad, India di bawah Dinasti Mughal menjadi salah satu negara adikuasa. Ia menguasai perekonomian dunia dengan jaringan pemasaran barang-barangnya yang mencapai Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Cina. Selain itu, India juga memiliki pertahanan militer yang tangguh yang sulit ditaklukkan.
Dengan besarnya nama kerajaan Mughal, banyak sekali para sejarawan yang mengkaji tentang kerajaan ini. Dan pada masa itu telah  muncul seorang sejarawan yang bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan Aini Akhbari, yang memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan figur pemimpinnya. Sedangkan karya seni yang dapat dinikmati sampai sekarang dan karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan masjid-masjid yang indah. Pada masa Shah jehan dibangun Masjid Berlapis mutiara dan Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan Istana Indah di Lahore.
C.    Peradaban Pada Masa Kerajaan Mughal Di India
a.       Bidang Politik, Pemerintahan Dan Kemiliteran
Pada masa Akbar, ia menerapkan toleransi universal (Sulakhul). Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan etnis dan agama. Politik ini dinilai sebagai model toleransi yang pernah dipraktekkan oleh penguasa Islam. Di bidang militer, pasukan Mughal dikenal sebagai pasukan yang kuat. Mereka terdiri dari pasukan gajah, meriam, dan berkuda. Setiap wilayah dibagi dalam sistem distrik. Setiap sub distrik dikepalai oleh faudjar. Dengan sistem inilah pasukan Mughal berhasil menaklukkan daerah-daerah sekitarnya.[9] Di samping itu Akbar juga menata administrasi pemerintahan dan keuangan, sehingga keuangan Negara dapat tersalur sesuai program yang direncanakan.
Ia juga mengangkat menteri-menteri yang membantu sultan dalam menangani bidang-bidang khusus seperti pertanian, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Stabilitas politik yang berhasil diciptakan oleh Akbar mendukung pencapaian kemajuan di bidang perekonomian.[10]
b.      Bidang Agama
Masyarakat India dari kasta Sudra yang selama ini merupakan masyarakat kelas bawah, pada masa kerajaan Mughal mendapat tempat dan penghargaan yang tinggi. begitu juga dengan emansipasi wanita, karena berkat ajaran Islam harkat dan martabat kaum wanita terangkat.[11] Pada bidang ini, Kerajaan Mughal mencapai suatu fase yang menarik pada masa Akbar. Dimana pada masa itu, ia memprolamasikan sebuah cara baru dalam beragama, yaitu konsep Din-I-Ilahi. Din-I-Ilahi ini bukanlah sebuah ajaran tentang agama Islam. Namun, konsepsi itu merupakan upaya untuk mempersatukan umat-umat beragama di India.
c.       Bidang Pendidikan Dan Ilmu Pengetahuan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan terutama sekali ilmu yang berhubungan dengan aqidah dan syari’ah. Pada umumnya memberikan uraian dan tambahan penjelasan terhadap kitab-kitab yang telah dikarang pada zaman-zaman sebelumnya, dan dapat dikatakan kemajuan di bidang ini tidak begitu cemerlang. Karena sudah banyak umat Muslim yang bertaklid dengan mazhab-mazhab yang telah ada di zaman klasik seperti mazhab imam yang empat.
Dan sejak berdirinya kerajaan ini, banyak ilmuwan yang datang ke India untuk menuntut ilmu. Bahkan istana pun menjadi pusat kegiatan kebudayaan. Hal ini Karena ada dukungan dari penguasa dan bangsawan serta para ulama. Pada masa Syah Jehan didirikan sebuah perguruan tinggi di Delhi. Jumlah ini semakin meningkat ketika pemerintah dipegang oleh Aurangzeb. Di bidang ilmu agama berhasil dikodifikasikan hukum Islam yang dikenal dengan sebutan Fatwa-I-Alamgri.[12]
d.      Bidang Sastra
Di bidang ini, banyak sastra dari bahasa Persia diubah ke bahasa India. Bahasa Urdu yang berkembang di masa Akbar menjadi bahasa yang banyak dipakai oleh rakyat India dan Pakistan sampai sekarang ini. Sastrawan Mughal yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi dengan karyanya “padmavat” yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia.
e.       Bidang Seni Dan Arsitektur
Karya seni terbesar yang dicapai Kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan. Pada masa Akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, villa dan masjid-masjid yang indah. Pada masa Syah Jehan dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, masjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore. Ciri yang menonjol dari arsitektur Mughal adalah pemakaian ukiran dan marmer yang timbul dengan kombinasi warna-warni. Bangunan yang menunjukkan ciri ini antara lain: benteng merah, istana-istana, Taj Mahal, dan masjid raya Delhi.[13] 
            Sisa-sisa kejayaan Kerajaan Mughal dapat dilihat dari bangunan-bangunan bersejarah yang masih bertahan hingga sekarang. Misalnya Taj Mahal di Agra, dibangun pada masa Syah Jehan yang merupakan makam megah untuk mengenang permaisurinya, Noor Mumtaz Mahal. Ia adalah saksi bisu kemajuan arsitektur Islam pada masa kerajaan ini. Keindahan dan kemegahannya menjadi bukti sejarah akan kokohnya peradaban islam di India pada waktu itu.
D.    Kemunduran dan Runtuhnya kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan ditingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India Tengah, Sikh dibelahan utara dan islam dibagian Timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran pritanismenya. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya.
Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Mazzam, putra tertua Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.[14] Putra Aurangzeb ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M ). Ia menganut aliran Syi’ah. Pada masa pemerintahannya yang berjalan selama 5 tahun, ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran Syi’ah pada mereka[15].
Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. Bahadur Syah diganti oleh anaknya, Azimus Syah. Akan tetapi, pemerintahan ditentang oleh Zulfikar Khan, putra Azad Khan, wazir Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M dan digantikan oleh putranya, Jihandar Syah, yang mendapatkan tantangan dari Farkh Siyar, adiknya sendiri. Jihandar Syah dapat disingkirkan oleh Farukh Siyar tahun 1713 M.
Farukh Syiar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok sayyid, tapi tewas ditangan para pendukungnya sendiri (1719 M). Sebagai gantinya, diangkat Muhammad Syah  (1719-1748 M). Namun ia dan pendukungnya terusir oleh suku Asyfar dibawah pimpinan Nadir Syah yang sebelumnya telah berhasil melenyapakan kekuasaan Safawi di Persia. Keinginan Nadir Syah untuk menundukkan kerajaan Mughal terutama karena menurutnya, kerajaan ini banyak sekali memberikan bantuan kepada pemberontak Afghan di daerah Persia[16]. Oleh karena itu, pada tahun 1739 M, dua tahun setelah menguasai Persia, ia menyerang kerajaan Mughal. Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku tunduk kepada Nadir Syah. Muhammad Syah kembali berkuasa di  Delhi setelah ia bersedia memberi hadiah yang sangat banyak kepada Nadir Syah. Kerajaan Mughal baru dapat melakukan restorasi kembali, terutama setelah jabatan Wazir di pegang Chin Qilich Khan yang bergelar Nizam Al-Mulk (1722-1732 M) karena mendapat dukungan dari Marathas. Akan tetapi, tahun 1732 M, Nizam Al-Mulk meninggalkan Delhi menuju Hiderabad dan menetap disana[17].
Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintahan daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan cenderung memperekat posisi pemerintahannya masing-masing. Hiderabad dikuasai Nizam Al-Mulk, Maratas dikuasai Shivaji, Rajput menyelenggarakan pemerintahan sendiri dibawah pimpinan Jai Singh dari Amber, Punjab dikuasai Syuja’ Al-Din, menantu Mursyid Qulli, penguasa Bengal yang diangkat Aurangzeb. Sementara wilayah-wilayah pantai banyak yang dikuasai para pedagang asing, terutama EIC dari Inggris.[18]
Desintregasi wilayah kekuasaan Mughal ini semakin diperburuk oleh sikap daerah, yang disamping melepaskan loyalitas terhadap pemerintah pusat, juga mereka senantiasa menjadi ancaman serius bagi eksistensi dinasti Mughal itu sendiri.
Setelah Muhammad Syah meninggal, tahta kerajaan di pegang oleh Ahmad Syah (1748-1754 M), kemudian diteruskan oleh Alamghir II (1754-1759 M) yang kemudian dilanjutkan oleh Syah Alam (1761-1806 M). Pada tahun 1761 M, kerajaan Mughal diserang oleh Ahmad Khan Durrani dari Afghan. Kerajaan Mughal tidak dapat bertahan dan sejak itu Mughal berada dibawah kekuasaan Afghan, meskipun Syah Alam tetap diizinkan memakai gelar Sultan.
Ketika karajaan Mughal memasuki keadaan yang lemah seperti ini, pada tahun itu juga, perusahaan Inggris (EIC) yang semakin kuat mengangkat senjata melawan kerajaan Mughal. Peperangan berlangsung berlarut-larut. Akhirnya, Syah Alam membuat perjanjian damai dengan menyerahkan Oudh, Bengal, dan Orisa kepada Inggris.[19] Sementara itu, Najib Al-Daula, wazir Mughal dikalahkan oleh aliansi Sikh-Hindu, sehingga Delhi dikuasai Sindhia dari Marathas. Akan tetapi, Sindhia dapat dihalau kembali oleh Syah Alam dengan bantuan Inggis (1803 M).[20]
Syah Alam meninggal tahun 1806 M. Tahta kerajaan selanjutnya dipegang oleh Akbar II (1806-1837 M). Pada masa pemerintahan Akbar memberi konsesi kepada EIC untuk mengembangkan usahanya di anak benua India sebagaimana yang diinginkan Inggris, tapi pihak perusahaan harus menjamin kehidupan raja dan keluarga istana. Dengan demikian, kekuasaan sudah berada ditangan Inggris, meskipun kedudukan dan gelar sultan dipertahankan. Bahadur Syah (1837-1858), penerus Akbar, tidak menerima isi perjanjian antara EIC dengan ayahnya itu, sehingga terjadi konflik antara dua kekuatan tersebut.
Pada waktu yang sama, pihak EIC mengalami kerugian,karena penyelenggaraan dinistrasi perusahaan yang kurang efisien, padahal mereka harus tetap menjamin kehidupan istana. Untuk menutupi kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Kerena rakyat merasa ditekan, maka mereka, baik yang beragama Hindu maupun islam bangkit mengadakan pemberontakan. Mereka meminta kepada Bahadur Syah untuk menjadi lambang perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan kerajaan Mughal di India. Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekatan Inggris pada bulan Mei 1857 M.
Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah, karena Inggris mendapat dukungan dari beberapa penguasa lokal Hindu dan Muslim. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi,rumah-rumah ibadah banyak yang dihancurkan, dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir, diusir dari istana (1858 M).[21] Dengan demikian, berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal didaratan India dan tinggallah disana umat islam yang harus berjuang mempertahankan eksistensi mereka.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada satu setengah abad terakhir dan membawa pada kehancuran pada tahun 1858 M, yaitu:
1.      Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan miritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
2.      Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elit politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
3.      Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya,sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
4.      Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.

















BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
1. Yang melatar belakangi berdirinya kerajaan ini menurut penulis ada dua faktor yakni:
a. Faktor extern yaitu adanya tawaran dari Alam Khan untuk menggulingkan Ibrahim Lodi dengan meminta bantuan Zahirudin Babur yang merupakan penguasa Ferghana, sehingga hal ini dimanfaatkan oleh Zahirudin Babur sebagai langkah awal untuk menguasai India.
b. Faktor intern yaitu dengan adanya sikap ambisi yang tinggi dalam diri Zahirudin Babur untuk menguasai Samarkand, sehingga tawaran dari Alam Khan untuk menggulingkan Ibrahim Lodi dengan mudah ia setujui. Dan hal ini membuat ia jadi penguasa di daerah India yang pada akhirnya ia bisa mendirikan kerajaan Mughal di daerah tersebut.
2. Kemajuan peradaban Islam masa kerajaan Mughal yakni kemajuan di bidang politik dan pemerintahan, ekonomi dan perdagangan, kesenian, dan paham keagamaan.
3. Kemunduran kerajaan Mughal terjadi pada abad ke-18 M yang ditandai dengan berakhirnya kejayaan kerajaan Mughal ini pada masa Aurangzeb yakni pada tahun 1707 M. Setelah itu banyak terjadi pemberontakan-pemberontakan seperti pemberontakan orang-orang Hindu, dan terjadinya perebutan kekuasaan antar sesama umat Islam, terjadinya serangan dari bangsa Persia dan Negara Inggris yang menyebabkan lemahnya pertahanan pemerintahan kerajaan Mughal. Pada tahun 1558 M berakhirlah kerajaan Mughal di India yakni pada masa Bahadur II yang merupakan raja Mughal yang terakhir.

B.     Saran
Di dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan baik dari segi isi maupun penulisan, untuk itu diharapkan kepada pembaca untuk dapat memberikan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim, M. 2004 “Peradaban Islam Di Anak Benua India” dalam Siti Maryam (ed.), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta : LESFI.
Ali,K. 1997. Sejarah Islam (Tarikh Modern). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Firdaus dan Desmaniar. 2000. Negara Adikuasa Islam, Fase Kedua Abad XIV-XX Masehi. Padang: IAIN IB Press.
Ikram,S. M. 1964. Muslim Civilization in India. New York: Colmbia niverity Persia.
Kamdi Ihsan, Much. 2013.”Peradaban Islam Masa Mughal Di India”, dalam Umar Faruq Thohir dan Anis Hidayatul Imtihanah (ed.), Dinamika Peradaban Islam Perspektif Historis. Yogyakarta : Pustaka Ilmu.
M. Lapidus, Ira. 1999. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Panikar,K. M.1957. A Srvey of Indian History. Bombay: Asia Pblishing Hose.
Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka setia.
Yatim, Badri. 2015. Sejarah peradaban Islam.Jakarta: Rajawali Press.




[1] Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka setia, 2008), hlm. 304.
[2] M. Abdul Karim, “Peradaban Islam Di Anak Benua India” dalam Siti Maryam (ed.), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern (Yogyakarta : LESFI, 2004),165-166.

[3] M. Abdul Karim, “Peradaban Islam Di Anak Benua India” dalam Siti Maryam (ed.), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern (Yogyakarta : LESFI, 2004),168-169.

[4] M. Abdul Karim, “Peradaban Islam Di Anak Benua India” dalam Siti Maryam (ed.), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern (Yogyakarta : LESFI, 2004),169-170.
[5] Karim, Sejarah Peradaban Islam, 170.
[6] M. Lapidus, Ira, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 676.
[7] Much. Kamdi Ihsan, “Peradaban Islam Masa Mughal Di India”, dalam Umar Faruq Thohir dan Anis Hidayatul Imtihanah (ed.), Dinamika Peradaban Islam Perspektif Historis (Yogyakarta : Pustaka Ilmu, 2013), hlm. 230.
[8] K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Modern) (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 352.
[9] Badri Yatim. Sejarah peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), hlm 149
[10] Firdaus dan Desmaniar, Negara Adikuasa Islam, Fase Kedua Abad XIV-XX Masehi, (Padang: IAIN IB Press, 2000), hlm. 96.
[11] Ibid, hlm. 97-98.
[12] https://Syukrillah.wordpress.com
[13] Badri Yatim. Sejarah peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), hlm 151.

[14] S.M. Ikram, Mslim Civilization in India, (New York: Colmbia niverity Persia, 1964), hlm.254.
[15] Ibid., hlm.255.
[16] Hamka, op. Cit., hlm. 161-162.
[17] S.M. Ikram, op. Cit., hlm. 258.
[18] K. M. Panikar, A Srvey of Indian History, (Bombay: Asia Pblishing Hose, 1957), hlm.187.
[19] Hamka, op. Cit., hlm. 163.
[20] S.M. Ikram , op. Cit., hlm. 268.
[21] Ibid., hlm.277.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dzahir dan Ta'wil dalam studi ilmu ushul fiqih.

Tafsir Maudhu'i dalam perkembangan ilmu tafsir

Tafsir ahkam (Bughat dan hirabah)